RSS Feed

RPP Penelitian

Posted by Ayu Rachmawati Label:

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan pada penelitian tidak berbeda dengan RPP biasa pada proses pembelajaran. Yang terpenting karakteristik / indikator dari model/metode/strategi yang digunakan (sebagai judul penelitian) terlihat jelas dalam proses pembelajaran di RPP, dengan sintak yang jelas. Ini contoh RPP Strategi ELaborasi dengan Model Advance Organizer

Instrumen Penelitian (part 1)

Posted by Ayu Rachmawati Label:

Intrumen penelitian yang paling sering digunakan dalam penelitian mengenai pendidikan adalah test (soal). Ada beberapa jenis test, seperti multiple choice, essay, sebab-akibat, pilihan ganda beralasan. Pemilihan jenis-jenis test yang akan digunakan tergantung apa yang akan kalian ukur dalam penelitian kalian (apa yang menjadi variabel Y kalian). Misalnya, disini judul penelitian saya ingin mengetahui suatu strategi belajar terhadap keterampilan prediksi siswa. Keterampilan prediksi siswa merupakan salah satu keterampilan proses sains. Dan menurut Nuryani (2005), KPS dapat dievalusi dengan tes pilihan ganda maupun tes uraian. Sehingga saya memilih untuk menggunakan tes pilihan ganda sebagai instrumen yang digunakan. Contoh lain, apabila yang diukur kemampuan berpikir kritis biasanya menggunakan tes esay, serta kemampuan penalaran menggunakan tes sebab-akibat, pilihan ganda beralaan atau tes uraian. Berikut ini adalah contoh soal tes pilihan ganda yang akan diujicobakan (kalibrasi) *tips: apabila kalian akan membuat soal ujicoba (kalibrasi) jumlah soal harus lebih banyak dibandingkan dengan soal yang akan digunakan ketika penelitian. Sehingga apabila ada soal-soal yang tidak valid cukup dengan membuang soal tersebut aja tanpa harus membuat soal baru dan diujicoba ulang. Selain itu, jangan lupa disesuaikan dengan indikator "variabel Y" kalian serta komposisi materi (konsep) yang kalian ajarkan selama penelitian. Selamat mencoba... ^_^

Proposal Penelitian

Posted by Ayu Rachmawati

Buat teman-teman atau adek tingkat yang butuh contoh Proposal saya, dapat diunduh di link berikut ini Sedangkan untuk intrumen, perangkat pembelajaran dan contoh skripsi nanti akan diupload secara berkala ke depannya. Yang Share atau bertanya, boleh juga di blog ini atau di FB. Terima kasih. Semoga bermanfaat

POPULASI HEWAN

Posted by Ayu Rachmawati

POPULASI

Populasi adalah himpunan individu-individu suatu spesies organisme yang terdapat di suatu tempat pada suatu waktu. Satuan terkecil pembangun populasi adalah individu. Individu-individu suatu spesies hewan di suatu tempat memperlihatkan variasi individu, yakni persamaan dan perbedaan menyangkut aspek-aspek fisiologis, structural-morfologis, perilaku, baik yang bersifat herediter maupun tidak.
Pengertian populasi ditujukan untuk individu-individu spesies yang sama (homospesies, monospesies). Namun, dalam praktek sehari-hari istilah populasi adakalanya digunakan dalam pengertian heterospesies (polispesies). Misal, populasi capung di kampus,populasi burung di Kota Bandung. Istilah populasi juga digunakan untuk individu-individu dari suatu kategori umur atau tingkat perkembangan tertentu saja, terutama hewan-hewan yang berbeda stadium perkembangannya menempati habitat yang berbeda pula. MIsalnya, populasi nimfa lalat sehari atau nimpa capung di suatu perairan.
Masalah interaksi antara hewan dengan faktor biotik dan abiotik lingkungannya sebenarnya berlangsung pada tahapan individu, dan dapat diteliti pada tahapan itu. Namun, tidak akan mencerminkan gambaran sebenarnya dari populasi, karena tidak memperhitungkan variasi individual. Tahapan yang paling baik digunakan sebagai satuan dan fokus bahasan dalam ekologi adalah populasi.
CIRI-CIRI DASAR POPULASI
Dua ciri dasar populasi yaitu ciri biologi, yang merupakan ciri yang dimiliki oleh individu-individu pembangun populasi itu serta ciri statistic yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan.
Ciri-ciri Biologi
Seperti halnya suatu individu organisme, suatu populasi pun:
mempunyai strukutur dan organisasi tertentu, bersifat konstan mauun berubah sejalan dengan waktu.
mempunyai ontogeni / sejarah perkembangan kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, senenses, mati)
dapat dikenai dampak faktor lingkungan dan dapat memberikan respon pada faktor lingkungan.
mempunyai hereditas
terintegrasi oleh faktor genetic dan lingkungan (ekologi).
Ciri-ciri Statistik
Ciri statistik atau ciri himpunan tidak dimiliki oleh suatu individu organisme, namun timbul sebagai akibat dari aktivitas kelompok yang berinteraksi. Diantaranya adalah:
Kelimpahan dan kerpatan populasi, beserta parameter-parameter utama yang mempengaruhinya.
Sebaran (struktur) umur
Dispersi (sebaran individu intra-populasi)
Genangan gen (gen pool) populasi.
Penampilan dan kinerja suatu populasi sangat ditentukan oleh ciri-ciri statistic. Ekologi populasi (yang membahas dinamika populasi) memusatkan topic-topik bahasannya pada ciri statistic serta faktor yang mempengaruhinya dalam skala ruang dan waktu.
KELIMPAHAN DAN KERAPATAN POPULASI
Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Area suatu populasi tidak dapat ditentukan batansnya secara pasti, sehingga kelimpahan (ukuran) populasi pun tidak mungkin dapat ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nocturnal atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi per satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya).
Kerapatan populasi suatu spesies hewan adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area (m2, Ha, km2) atau per satuan volume medium (cc, liter, air) atau per satuan berat medium (g, kg, tanah). Dalam hal-hal tertentu. kerapatan lebih memberikan makna bila dinyatakan per satuan habitat atau mirohabitat. Misalnya, sekian individu cacing usus per individu inang atau sekian individu werwng per rumpun padi.
Sehingga terdapat dua pengertian. Kerapatan (kasar) diukur atas satuan ruang habitat secara menyeluruh dan kerapatan ekologis (kerapatan spesifik) didasarkan atas satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempatinya (microhabitat). Kerapatan spesifik lebih memberikan makna antar-hubungan ekologis. Seperti, dengan makin turunnya permukaan air danau, kerapatan populasi ikan dalam danau secara keseluruhan (kerapan kasar) menjadi berkurang, sedang kerapatan ekologisnya makin bertambah.
Kerapatn populasi tidak selalu harus dinyatakan sebagai jumlah individu. Apabila ukuran tubuh individu-individu sangat bervariasi, tingkat kerapatan populasi sering dinyatakan sebagai kerapatan biomasa (B).
B= ∑_(i=1)^(i n)▒b atau B=n x b ̅
b = berat tubuh individu
n = jumlah individu
b ̅ = rata-rata berat tubuh individu
Dalam bahasan produktivitas dan energetika di bidang ekologi, adakalanya biomasa dinyatakan dalam satuan bera kering (bebas air) atau satuan energy (kcal, cal, joule).
Terdapat suatu kecenderungan umum hubungan berbnading terbalik antara kerapatan dan ukuran tubuh hewan. Spesies hewan yang berukuran tubuh kecil tingkat kerapatannya tinggi, sedang hewan berukuran besar tingkat kerapatannya rendah.
Batas-batas Kerapatan Populasi
Dalam habitat alami yang ditempatinya, kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu dalam batas-batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh berbagai faktor, seperti aliran energi atau produktivitas ekosistem, ukuran tubuh, laju metabolism, dan kedudukan tingkatan trofik spesies hewan. Batas bawah kerapatan populasi belum diketahui dengan pasti. Namun, dalam ekosistem yang stabil ada mekanisme homeostatis dalam populasi, yang diduga memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah kerapatan.
Intensitas, Prevalensi, dan Kelangkaan
Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran).
Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu.
Spesies hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut:
prevalensi tinggi (=prevalen) dan intensitasnya tinggi
prevalensi tinggi (=prevalen) tetapi intensitasnya rendah
prevalensi rendah (=terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
prevalensi rendah (=terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.
Badak Jawa dan Jalak Bali bersifat endemic dan merupakan spesies langka yang terancam kepunahan. Ktegorisasi status spesies dengan memperhitungkan dua aspek tersebut sangat penting terutama dalam menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah.
Penyebab Kelangkaan
Spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat banyak. Namun, faktor-faktor tersebut mengkin saja tidak sama antara spesies di suatu tempat tertentu dengan spesies di tempat lain.
Kelangkaan suatu spesies dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut:
Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut. Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut.
Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan.
Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya.
Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang.
Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas.
Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas.
Kehadiran populasi-populasi spesies lain yang merupakan pesaing, predator dan parasit menekan tingkat kelimpahan populasi spesies hingga rendah sekali, jauh di bawah tingkat kelimpahan yang sebenarnya masih dimungkinkan oleh ketersedian sumber dayanya.
*butir 4 dan 7 menyangkut masalah intensitas sedang butur lainnya masalah prevalensi.
PENGUKURAN TINGKAT KELIMPAHAN POPULASI
Cara mengukur kelimpahan populasi suatu spesies hewan banyak macamnya. Suatu metoda dan teknik yang cocok bagi suatu sepsis, belum tentu cocok digunakan pada spesies lain. Faktor penentu penting dipilihnya suau cara yang cocok, adalah tujuan dan keperluan pengukuran, ukuran tubuh hewan, mobilitas serta perilaku umum spesies tersebut. Juga ketersediaan waktu dan tenaga serta keterampilan pelaksana pengukuran pun turut menentukan.
Pengukuran Kelimpahan Absolut: Pencacahan Total
Pencacahan total merupakan suatu cara menghitung secara langsung semua individu di suatu tempat yang dihuni spesies yang diselidiki. Metode ini biasanya digunakan pada berbagai spesies mamalia berukuran tubuh besar dan mudah tampak dalam habitatnya, misal gajah di semak belukar.
Pencacahan total juga dapat dilakukan pada berbagai jenis hewan yang berukuran kecil, misal kelelawar dengan mencacah individu yang keluar masuk dari lubang tempat tinggalnya. Dapat juga dilakukan pada jenis hewan invertebrate sesil dengan ukuran tubuh yang tidak terlalu kecil, misalnya teritip (Balanus sp).
Pengukuran Kelimpahan Absolut : Metoda-metoda Pencuplikan
Metode pencuplikan (sampling method) merupakan metode yang menggunakan pencacahan, namun dilakukan terhadap individu-individu dari cuplikan-cuplikan (samples) yang masing-masing merupakan suatu proporsi kecil dari populasi yang diperiksa.
Metode pencuplikan kuadrat
Metode ini umum digunakan untuk membuat taksiran kerapatan populasi berbagai hewan Invertebrata. Satuan pencuplikan di area yang diselidiki populasi hewannya, yaitu kuadrat, bentuknya tidak selalu bujur sangkar. Bagian penting dari metode ini adalah menentukan besar ukuran tiap satuan cuplikan (ukuran kuadrat), jumlah cuplikan serta pola penempatan cuplikan-cuplikan tersebut.
Prosedur metode ini meliputi pencacahan individu-individu dari semua cuplikan kuadrat itu, dan dari angka-angka yang didapat ditentukan purata kerapatan populasi hewannya untuk mewakili seluruh area yang diselidiki.
Tingkat keandalan metode tersebut tergantung pada:
Luas area kuadrat harus diketahui dengan pasti
Kuadrat-kuadrat itu harus dapat mewakili keseluruhan dari area yang diselidiki populasinya
Jumlah individu dari setiap kuadrat harus dicacah dengan tepat.
Dalam menentukan kerapat populasi, aspek ketepatan (presisi) bukan prioritas utama. Aspek yang paling penting adalah daya ramalnya (predictability) harus tinggi dan nirbias (unbiased).
Metode menangkap-menandai-menangkap kembali
Metode Capture-Mark-Recapture method ini juga dikenal sebagai metode Lincoln-Petersen, dalam bentuk yang paling dasar dan sederhana mencakup dua kali pencupikan. Semua individu yang diperoleh dari pencuplikan pertama ditandai, lalu dilepaskan kembali dan jumlahnya dicatat (=M). Setelah selang watu tertentu –tidak memungkinkan timbulnya individu baru hasil perbiakan-, dilakukan penangkapan kembali (pencuplikan kedua) di area yang sama secara acak. Apabila jumlah individu hasil penangkapan kesatu n dan sejumlah m diantaranya bertanda, maka dengan disadarkan pada N : M = n : m maka taksiran besar populasi yang dicari N dapat dihitung:
N ̂= (n M)/m ± √((M^2 n (n-m))/m^3 )
Asumsi-asumsi pokok dalam metode ini adalah:
individu-individu yang bertanda maupun tak bertanda peluangnya sama untuk ditangkap secara acak
tanda yang digunakan tidak hilang dan dapat dikenali selama periode pengamatan
laju kematian pada individu bertanda tidak berbeda dengan individu-individu yang tidak bertanda.
Salah satu asumsi yang tidak akan terpenuhi apabila individu-individu hewan yang sudah ditangkap, ditandai serta dilepas kembali, menjadi jera-perangkap (trap-say) ataupun kecanduan perangkap (trap addict).
Metode pemindahan
Metode pemindahan atau penhilangan (removal method) meliputi pencuplikan (penangkapan) yang dilakukan beberapa kali dengan cara yang sama. Pada setiap kali, individu hasil penangkapan diambil dari populasi. Dasarnya, jumlah individu yang tertangkap dan daiambil akan mempenggaruhi penangkapan-penangkapan berikutnya. Laju berkurangnya hasil penangkapan itu akan proporsional terhadap jumlah total individu dalam populasi.
Apabila pencuplikan hanya dilakukan dua kali, kelimpahan dapat ditaksir dengan:
N ̂= 〖y_1〗^2/(y_1-y_2 )
Apabila pencuplikan dilakukan secara berkali-kali, maka metode yang paling baik adalah analisis regresi.
Penentuan Kelimpahan Relatif
Metode ini, hasil pengukurannya tidak menghasilkan suatu angka taksiran mengenai besar populasi atau kerapatan populasi, melainkan hanya suatu indeks mengenai kelimpahan populasi. Indeks kelimpahan ialah bahwa angka indeks tersebut berkorelasi secara relatif konstan dengan angka besar populasi yang sebenarnya atau dengan angka kerapatan populasinya. Besarnya konstanta korelasi tidak diketahui secara pasti.
Informasi mengenai kelimpahan relatif berguna untuk mendeteksi terjadinya perubahan besar, mengenai naik turunnya kelimpahan populasi suatu spesies hewan di suatu tempat.
Beberapa teknik dan metode penentuan kelimpahan relatif:
Penggunaan perangkap. Misal perangkap jebak, perangkap cahaya, perangkap hidup dll. Jumlah individu yang tertangkap berkorelasi dengan tingkat kelimpahan populasi, populasi aktivitas hewan, daerah jelajah, dan efektivitas perangkap yang digunakan. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam purata jumlah individu per satuan waktu per perangkap.
Penggunaan jala. Jala serangga, tebar, kabut dll.
Perhitungan pellet tinja (yang relatif baru) misal bangsa rusa, kijang, kelinci, tikus. Bila jumlah total pellet segar di suatu area dan purata laju produksinya (laju defekasi) per individu per satuan waktu diketahui, maka kerapatan atau kelimpahan absolutnya dapat ditaksir melalui perhitungan.
Perhitungan hasil tangkapan per satuan usaha. Misal, indeks kelimpahan ikan di laut pada suatu periode dapat dinyatakan dalam jumlah berat atau jumlah ikan per 100 jam memukat dengan suatu kapal pukat.
Perhitungan jumlah artefak. Indeks kelimpahan ditaksir dari perhitungan jumlah ‘tanda bukti’ atau jejak hasil aktivitas hewan, misal sarang, lubang, bekas garukan, kepompong kosong dll.
Perhitungan frekuensi vokalisasi. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam angka frekuensi bunyi atau teriakan per satuan waktu. Misal pada kera, bajing, burung dsb.
Sensus tepi jalan (roadside count). Misal mencacah kera, burung yang tampak di sepanjang jalan sejarak tertentu yang dilalui.
Pengukuran daya makan. Perubahan kelimpahan populasi diukur dari perubahan banyaknya umpan yang dimakan pada tikus, kelindi, dll.
Penggunaan manusia sebagai umpan. Misal menentukan kelimpahan realtif nyamuk, jumlah nyamuk yang hinggap dan menggigit lengan selam rentang waktu tertentu. Kelimpahan yang diperoleh secara berkala dalam rentang waktu lama, dapat memberikan informasi penting mengenai pola perubahan kelimpahan populasi.
Pengisian kuesioner oleh para pemburu, penjual, dll mengenai jumlah hasil tangkapan (yang dilakukan dengan cara dan rentang waktu yang sama). Hasil kuesioner yang cukup andal dapat memberikan informasi mengenai perubahan besar yang terjadi pada kelimpahan populasi hewan.

ASAL-USUL EUKARIOTA

Posted by Ayu Rachmawati

Eukariotik diperkirakan mulai muncul 1,5 milyar tahun yang lalu. Para ilmuwan belum mengetahui dengan pasti bagaimana organisme eukariotik ini berkembang.
Namun, para ilmuwan berspekulasi bahwa organisme eukariotik berasal dari organism prokariotik. Menurut para ilmuwan, bakteri prokariotik yang autotrof dan heterotrof melakukan simbiosis bersama. Simbiosis adalah hubungan yang erat antara organism yang seringkali menguntungkan. Pada simbiosis ini, perlindungan diri mencari makanan dan energi dilakukan bersama. Hipotesis endosimbiosis ini menyatakan bahwa nenek moyang sel hewan dan tumbuhan merupakan hasil simbiosis antara organisme prokariotik anaerob yang besar dengan sel bakteri aerob yang kecil.
Organisme prokariotik berfungsi sebagai inang, dan sel bakteri aerob berada di dalam inang dan berfungsi sebagai mitokondria.
Masing-masing organisme ini tetap tumbuh dan membelah diri. Saat inang membelah diri, bakteri yang berada di dalamnya didistribusikan ke tiap sel anakan. Akhirnya, bakteri berbentuk spiral juga ikut bergabung dengan simbiosis ini dan membentuk flagella dan silia. Hasilnya adalah protista seperti yang ada dewasa ini.
Para biologiwan telah menemukan persamaan – persamaan antara organel dan bakteri yang menjadi bukti hipotesis simbiosis.
Sebagai contohnya, mitokondria menyerupai bakteri dalam beberapa hal, yaitu:
l. dapat bereproduksi sendiri,
2. memiliki asam nukleat yang sama,
3. kadang memiliki ukuran dan bentuk sama, dan
4. melaksanakan sintesis protein di ribosom.
Hipotesis lain tentang asal-usul eukariota menjelaskan bahwa organism eukariota berkembang secara langsung dari organisme prokariota. Organel-organel dalam sel eukariota berasal dari pelekukan dan penjepitan bagian membran sel organisme prokariota.


TEORI ENDOSIMBIOSIS
Keberadaan mitokondria didukung oleh hipotesis endosimbiosis yang mengatakan bahwa pada tahap awal evolusi sel eukariot bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) [Margullis, 1981]. Kemudian keduanya mengembangkan hubungan simbiosis dan membentuk organel sel yang pertama. Adanya DNA pada mitokondria menunjukkan bahwa dahulu mitokondria merupakan entitas yang terpisah dari sel inangnya. Hipotesis ini ditunjang oleh beberapa kemiripan antara mitokondria dan bakteri. Ukuran mitokondria menyerupai ukuran bakteri, dan keduanya bereproduksi dengan cara membelah diri menjadi dua. Hal yang utama adalah keduanya memiliki DNA berbentuk lingkar. Oleh karena itu, mitokondria memiliki sistem genetik sendiri yang berbeda dengan sistem genetik inti. Selain itu, ribosom dan rRNA mitokondria lebih mirip dengan yang dimiliki bakteri dibandingkan dengan yang dikode oleh inti sel eukariot [Cooper, 2000].
Dalam upaya menjembati kesenjangan perubahan sejarah evolusi, para ilmuwan mengusulkan Teori Endosimbiosis Serial (SET). SET menyatakan bahwa evolusi eukariota dari prokariota melibatkan serikat simbiotik nenek moyang sebelumnya. Nenek moyang ini termasuk sel inang, mitokondria, kloroplas, dan sebuah prokariot yang memberikan gerak seluler. Dalam teori tersebut juga sudah dijelaskan bahwa nenek moyang mitokondria adalah bakteri yang hidup bebas seperti Daptobacter dan Bdellovibrio, sedangkan nenek moyang kloroplas adalah sianobacteria dan prokariot adalah archaebacterium. Dalam bukunya, Lynn Margulis yang merupakan pencetus versi modern SET, mengusulkan bahwa sel-sel eukariotik sebagai komunikasi dari interaksi entitas yang bergabung bersama dalam urutan tertentu yang kemudian akan menjadi organel dari sel inang. Sepanjang tulisannya itu pula Margulis berpendapat bahwa simbiosis merupakan pendorong utama di balik evolusi. Menurutnya kerjasama, interaksi, dan saling ketergantungan antara kehidupan untuk dominasi global akan hidup. Hal ini juga melengkapi gagasaan evolusi Darwin mengenai kompetisi yang terus-menerus antara mahluk hidup.
Adapun penemuan yang memperkuat SET adalah penemuan yang dilakukan oleh Kwang W. Jeon. Dia menyaksikan pembentukan sebuah simbiosis amuba dan bakteri dimana amuba menjadi tergantung pada endosimbion bakteri. Jeon mengetahuinya dengan melakukan transplantasi inti antara amuba terinfeksi dan amuba yang kurang bakteri. Penemuan ini menunjukan bahwa endosimbiosis bisa memberikan mekanisme utama untuk evolusi seluler dan mampu menjelaskan pengenalan spesies baru. Selain bukti tersebut terdapat bukti lain yang dapat mendukung SET, yaitu gagasan tentang asal endosimbiotik mitokondria dan kloroplas. Di jelaskan bahwa mitokondria baru dan kloroplas dapat timbul hanya dari mitokondria dan kloroplas yang sudah ada sebelumnya, karena mitokondria dan kloroplas tidak dapat dibentuk dalam sel yang tidak memiliki keduanya sebab gen nuklirnya hanya kode untuk beberapa protein.
Mengenai udulipodia eukariotik yang berasal dari bakteri spirochete, masih terdapat kontroversi walaupun termasuk aspek yang diterima dari SET. SET mendalilkan bahwa udulipodia mungkin berasal dari bakteri melalui simbiosis motilitas (hipotesis eksogen). Sedangkan gagasan penentangnya menjelaskan bahwa udulipodia berasal dari internal sebagai perpanjangan mikrotubulus yang digunakan dalam mitosis (hipotesis eksogen). Hipotesis ini juga menekankan peran berbagai jenis mutasi pada evolusi pemisahan sel eukariotik dari prokariotik. Menurut Bermudes dan Margulis (1985) terdapat bukti yang dapat menunjukan hubungan darah atau mengenai asal undulipodia. Selain itu, SET dalam teorinya menyatakan bahwa eukariota berkembang ketika sel-sel archaea dan eubacterial (spirochete) diperbolehkan untuk mobilitas dan akhirnya mitosis. Karakteristik dari sel eukariotik sendiri adalah inti, Margulis mendukung suatu proses yang melibatkan kombinasi dari keturunan langsung dan simbiosis sebagai sumber sel bernukleus. Dalam makalah Golding dan Gupta terdapat perselisihan terhadap asal-usul inti dan menyarankan alternatif yaitu model chimeric. Model chimeric mengusulkan bahwa sel eukariotik pertama muncul sebagai hasil peristiwa fusi yang tidak biasa antara eubacterium Gram-negatif tanpa dinding sel dan archaebacterium dimana kedua orang tua memberikan kontribusi besar untuk genom nuklir sel. Model chimeric didasarkan pada bukti genetik dan biokimia. Salah satu buktinya adalah kenyataan bahwa sel-sel prokariotik merupakan homogenomic (bahan genetik berasal dari satu orang tua) sedangkan sel eukariotik heterogenomic (bahan genetik berasal dari dua atau lebih orang tua). Analisis ini menunjukan bahwa hubungan simbiosis antara bakteri gram-negatif dan archaebacteria layak dikatakan sebagai nenek moyang sel eukariotik.
Penelitian baru Martin dan Miller mengenai asal mitokondria yang merupakan hasil kecelakaan menyebabkan munculnya endosimbiosis teori baru yang disebut “hipotesis hidrogen”. Menurut hipotesis ini dijelaskan bahwa sel eukariotik muncul sebagai hasil dari suatu kesatuan tujuan antara sel inang archaebacterial, sebuah metanogen bahwa hidrogen dikonsumsi dan karbon dioksida untuk penghasil metana, serta simbion mitokondria masa depan yang membuat hidrogen dan karbon dioksida sebagai produk limbah dari metabolisme anaerobik. Jadi, meskipun simbion mampu melakukan respirasi aerobik, simbiosis tetap dimulai sebagai hasil dari produk metabolisme anaerobik. Penjelasan lain muncul dari Lopez dan Moreira yang dikenal sebagai “hipotesis syntrophic”. Menurut hipotesis ini simbiosis asli dipahami telah terjadi antara archaebacterium metanogen dan sulfat-respiring leluhur delta-proteobacterium, tentunya ini berbeda dengan hipotesis sebelumnya. Namun kedua hipotesis ini sepakat dalam saran dari metabolisme anaerobik untuk asal simbiosis mitokondria. Hingga saat ini simbiosis diterima masyarakat ilmiah sebagai faktor penting dalam menghasilkan perubahan evolusioner.

Hipotesis ini diajukan oleh Lynn Margulis pada tahun 1970 di dalam bukunya The Origin of Eukaryotic Cells (Asal Usul Sel-Sel Eukariotis). Di dalam buku ini, Margulis menyatakan bahwa sebagai akibat kehidupan berkoloni dan parasit, sel-sel bakteri berubah menjadi sel-sel tumbuhan dan sel hewan. Menurut teori ini, sel-sel tumbuhan muncul ketika bakteri fotosintetik dimakan oleh sel bakteri lain. Bakteri fotosintetik berevolusi di dalam sel inang menjadi kloroplas. Akhirnya, organel-organel dengan struktur yang sangat rumit seperti inti, badan Golgi, retikulum endoplasma, dan ribosom berkembang, dengan satu atau lain cara. Maka, sel tumbuhan pun lahir.

TEORI NUKLEUS
Sejak struktur sel dan organel dapat diamati, para ahli sudah dibingungkan dengan adanya dua macam organel. Tipe pertama terdiri dari kloroplas, mitokondria, kinetoplas dan nucleus mempunyai membaran ganda. Sedangkan tipe kedua misalnya lisosom, reticulum endoplasmic, badan golgi mempunyai membrane tunggal. Apa yang menyebabkan adanya perbedaan ini. Penemuan DNA ekstranukleus (kecuali pada nucleus) dalam organel bermembran ganda telah memberikan gamabaran yang nyata. Semua DNA yang berasal dari organel bermembran ganda mempunyai cirri DNA prokariot (kode genetic, struktur gen dan mekanisme translasi yang berbeda dengan DNA inti), sehingga tidak diragukan lagi bahwa organel tersebut berasal dari organism prokariot. Mitokondria diperkirakan berasal dari prokariot semacam Paracoccus yang memiliki organ respirasi, sedangkan kloroplas diperkirakan berasal dari suatu ganggang biru (Cyanophyta). Sphirochaeta diperkirakan akan membentuk sel yang memiliki flagella. Flagella kemudian berevolusi kemudian menjadi microtubule dan asalah satunya berperan dalam alat pembelahan sel. Bukti-bukti yang relative actual menunjukkan bahwa sentriolus mengandung suatu DNA ekstranuklear, sama seperti mitokondria kloroplas dan kinetoplas.
1. Nukleus
Meskipun para ahli berpendapat bahwa sebagian besar nucleus merupakan bagian integral dari eukariot, namun adanya membrane ganda membingungkan sejumlah ahli, terutama mengenai asal usulnya. Hipotesis yang dihimpun menunjukkan bahwa membrane ganda nucleus berasal dari invaginasi sitoplasma ke dalam sel tanpa diikuti oleh mekanisme phagositosis. Proses ini memang umum ditemukan. Hanya dalam hal ini membrane nucleus tidak berasal dari hasil simbiosis atau infeksi, tetapi merupakan peristiwa autegenous.
2. Kinetoplas
DNA kinetoplas merupakan DNA yang sangat terspesialisasi dan ditemukan pada Flagellata, misalnya Trypanosoma. Ukurannya bervariasi 0,6-2,4 Kpb. kDNA terdiri dari sekelompok molekul DNA yang berkaitan satu denga yang lain dan jumlahnya mencapai ribuan. Pada rantai gabungan kDNA terdapat pula suatu DNA yang berukuran lebih besar (30 Kpb) yang berfungsi sebagai mtDNA biasa. Apakah kDNA memang memiliki kegunaan tertentu (mentranskripsi) atau hanya sebagai suatu struktur, belum banyak diketahui. DNA ini ditemukan tahun 1980.
3. Sentriolus
Sentriolus adalah suatu organel yang dibentuk pada saat pembelahan sel. Dari sentriolus dihasilkan benang aster dan benang mikrofibil yang mengikat kromosom di daerah sentromer dan kemudian sentriol “akan menarik” kromosom kea rah kutub dari sel. Dengan demikian setiap sel anak akan memperoleh jumlah kromosom yang sama. Sejak dahulu, sentriolus selalu menimbulkan dilemma mengenai asal usul sentriolus. Sentriolus tidak pernah terlihat dalam preparasi sel tumbuhan, meskipun para akhi yakin bahwa ada semacam struktur seperti sentriolus yang bekerja. Sampai sekarang, sentriolus dan benang aster maupun benang spindle pada tumbuh-tumbuhan belum dapat ditampilkan. Pada hewan diketahui bahwa setiap benang tersebut terdiri dari Sembilan mikrotubul. Baru pada sekitar tahun 1995, orang berhasil mengisolasi DNA dari daerah sentriolus. Dengan demikian, para ahli kini yakin bahwa sentriolus kemungkinan yang besar berasal dari suatu prokariot. Pembuktiannya sedang ditunggu orang banyak. DNA ini ditemukan pada tahun 1986.
4. Kloroplas
DNA kloroplas berukuran besar (150 Kpb). Jumlahnya dapat mencapai beberapa ratus buah per sel. Gen-gen yang dikode berperan dalam mengkode membrane dan pembentukan tRNA dan rRNA.
5. Mitokondria
MtDNA merupakan DNA yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kecepatan muatasinya yang lebih kurang 10 kali lebih cepat daripada DNA inti. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa tidak semua gen pada mtDNA bermutasi dengan cepat. Ada juga beberapa gen yang sangat konservatif dan tidak mudah bermutasi. Seperti pada organism prokariot, semua gen mtDNA tidak mengandung intron. Pada mamalia, mtDNA berukuran sekitar 15-16,5 Kbp. Pada ragi ukurannya jauh lebih besar, seitar 75 Kpb. Pada umumnya DNA tersebut adalah berbentuk sirkuler, berantai ganda.
Pada eukariot, mtDNA mengkode 2 macam rRNA, 22 macam tRNA dan 13 protein yang berfungsi dalam electron transfer. Ada beberapa bagian (URF) yang samapi sekarang belum diketahui dengan pasti kegunaannya, karena sampai sekarang belum diketahui dengan pasti kegunaannya, karena sampai sekarang belum diketahui apakah bagaian tersebut ditranslasikan atau tidak. Pada dasarnya jumlah gen maksimum yang mungkin ada berjumlah sekitar 70 buah.
Dari banyak penelitian, disimpulkan bahwa semua mtDNA berasal dari suatu prokariot yang bersimbiosis dengan hewan untuk membantu metabolism oksidasi. Hal ini dibuktikan dari adanya perbedaan kode genetic dari mtDNA. Pada banyak organism gen ATPase terdapat pada mitokondria, namun ada sejumlah jenis yang mempunyai gen tersebut dalam inti. Meskipun spekulasi di atas mempunyai dasar yang kuat, namun ada beberapa hal yang tidak cocok. Antara lain adalah mtDNA adalah double standed. Hal ini tidak mungkin suatu Prokariot, tetapi suatu eukariot sederhana. MAsalah lain ialah bahwa gen RNA pada mtDNA ragi adalah gen yang memiliki intron. inton belum pernah dijumpai pada Prokariot. Masalah lain ialah bahwa subbab ribosom dari mitokondria tidak dapat ditukarkan dengan ribosom dari bacteria (tetapi dapat antara ribosom kloroplas dengan ribosom bacteria). Dugaan adanya hubungan erat antara bakteri dengan eukariot diperkuat bahwa endosimbiosis antara bakteri dengan eukariot ganggang dengan Coelenterata atau jamur dengan ganggang sudah lama diketahui dan contohnya cukup banyak.
Apakah yang menjadi sasaran dalam penelitian mtDNA? mtDNa merupak suatu satuan yang cukup kecil. Dengan demikian, penelitian mtDNA dilakukan mengingat mudah sekali untuk mengisolasi mtDNA dan mempelajari struktur gen yang terdapat di dalamnya dan bagaimana cara kerjanya. Selain untuk mengetahui lebih jauh mengenai sifat-sifat gen mtDNA, bahan ini banyak sekali dipakai dalam studi evolusi.
mtDNA adalah suatu sistem genetic eukariot yang sangat unik. Selain asal usulnya yang kontoversi, proses penurunan mtDNA sangat unik. Hampir semua sel eukariot maju mengandung paling tidak satu mtDNA. Meskipun mengandung mtDNA sel sperma tidak menurunkannya kepada sel telur. Dengan demikian, mtDNA hanya diturunkan oleh pihak ibu saja. Ada banyak hasil penelitian mengenai mtDNA yang menarik.
Penelitian mengenai mtDNA pada eukariot menunjukkan tingkat kesamaan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat bukan saja pada kode genetika yang identik untuk sebagian besar eukariot. Hanya beberapa organism seperti Schizosaccaromyces pombe (ragi) dan planaria yang mempunyai beberapa kode genetic yang berbeda. Selain itu, ukuran molekulnya juga sangat dekat, 16.295 pb pada Mus musculus, 16.569 pb pada Homo dan 16.338 pb pada Bos taurus. Sebagai kontras, mtDNA pada Drosophila melanogaster adalah 18.600 pb, tetapi 15.800 pb pada M. virilis.
Apabila kita membandingkan macam gen yang terdapat pada mtDNA, maka kita memperoleh macam gen yang identik. Bukan saja identik, tetapi urutan gen-gen yang terdapat pada mtDNA manusia maupun katak adalah identik. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa mtDNA yang terdapat pada sebagian besar eukariot adalah identik. Kalau memang mtDNA berasal dari suatu prokariot, maka hanya satu prokariot yang sama yang telah berhasil melakukan simbiosis dengan nenek moyang yang hidup pada masa kini. Hal ini membuktikan teori Darwin bahwa organism yang ada berasal dari organism yang hidup sebelumnya.

ASAL-USUL KEHIDUPAN

Posted by Ayu Rachmawati

TEORI ABIOGENESIS
Teori Abiogenesis yang berarti makhluk hidup dapat terbentuk dari makhluk mati. Teori ini disebut juga Teori Generatio Spontanea yang mengatakan bahwa makhluk hidup terbentuk dengan sendirinya. Jadi, kalau pengertian abiogenesis dan generation spontanea kita gabungkan, maka pendapat paham tersebut adalah makhluk hidup yang pertama kali di bumi tersebut dari benda mati / tak hidup yang terkjadinya secara spontan, misalnya : ikan dan katak berasal dari Lumpur, Cacing berasal dari tanah, dan Belatung berasal dari daging yang membusuk.
Pendukung teori ini adalah Aristoteles, Thales, dan Anaximines. Thales menganggap kehidupan berasal dari air dan anaximines menganggap kehidupan berasal dari udara.
Disebut juga teori Abiogenesis pelopornya seorang ahli filsafat zaman Yunani Kuno Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa makhluk hidup terjadi begitu saja pendapat ini masih terus bertahan sampai abad ke 17 -18 Anthony van Leenwenhoek (abad ke 18) berhasil membuat mikroskop dan melihat jasad renik di dalam air bekas rendaman jerami penemuan Leeuwenhoek (salah seorang penganut teori abiogenesis) memperkuat teori generatio spontanea teori terbukti makhluk hidup berasal dari benda mati (jasad renik berasal dari air bekas rendaman jerami).

1. Aristoteles

Tokoh teori Abiogenesis adalah Aristoteles (384-322 SM). Dia adalah seorang filosof dan tokoh ilmu pengetahuan Yunani Kuno. Teori Abiogenesis ini menyatakan bahwa makhluk hidup yang pertama kali menghuni bumi ini berasal dari benda mati.
Beliau mengamati ikan-ikan yang hidup di air, ia melihat ikan tertentu keluar dari lumpur. Menurutnya, ikan-ikan berasal dari lumpur. Sebenarnya Aristoteles mengetahui bahwa telur-telur ikan apabila menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian, Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.
Bagaimana cara terbentuknya makhluk tersebut ? Menurut penganut paham abiogenesis, makhluk hidup tersebut terjadi begitu saja atau secara spontan.

2. Antonie Van Leeuwenhoek

Pada pertengahan abad ke-17, Antonie Van Leeuwenhoek menemukan mikroskop sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati benda-benda aneh yang amat kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Oleh para pendukung paham abiogenesis, hasil pengamatan Antonie Van Leeuwenhoek ini seolah-olah memperkuat pendapat mereka. Dengan mikroskop penemuannya, beliau menemukan benda-benda aneh yang terdapat dalam setetes air rendaman jerami.

3.Nedham

Beliau merebus air kaldu kemudian memasukkannya ke dalam botol, lalu menutup rapat botol tersebut dengan gabus. Ternyata, beberapa hari kemudian muncul bakteri. Nedham menyimpulkan bahwa, bakteri berasal dari kaldu. Padahal, Nidham hanya merebus kaldunya tidak dengan botolnya, dapat disimpulkan bahwa, bakteri berasal dari botol yang tidak steril.

Beberapa ahli berusaha mengadakan penelitian untuk menyangkal teori generatio spontanea antara lain Franscesco Redi, Spallanzani dan Louis Pasteur. Percobaan Redi dan Spallanzani masih belum dapat menumbangkan teori generatio spontanea karena menurut pendapat para pendukung teori tersebut bahwa untuk dapat timbul kehidupan secara spontan dari benda mati diperlukan gaya hidup dan gaya hidup pada percobaan Spallanzani dan Redi tidak dapat melakukan fungsinya karena stoples dan labu percobaan tersumbat rapat-rapat.

TEORI BIOGENESIS

Walaupun telah bertahan selama ratusan tahun, tidak semua orang membenarkan paham abiogenesis. Orang–orang yang ragu terhadap kebenaran paham abiogenesis tersebut terus mengadakan penelitian memecahkan masalah tentang asal usul kehidupan. Orang-orang yang tidak puas terhadap pandangan Abiogenesis itu antara lain Francesco Redi (Italia, 1626-1799), dan Lazzaro Spallanzani (Italia, 1729-1799), dan Louis Pasteur (Prancis, 1822-1895). Beredasarkan hasil penelitian dari tokoh-tokoh ini, akhirnya paham Abiogenesis / generation spontanea menjadi pudar karena paham tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Teori Biogenesis merupakan teori yang mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup yang ada sebelumnya. Teori ini didukung oleh beberapa penelitian.

1. Francesco Redi
Pada masa itu, belatung dipercaya muncul dari daging busuk sesuai teori generasi sponatan yang dipengaruhi oleh ajaran Aristoteles. Redi tertarik untuk mencari tahu tentang kebenaran hal tersebut, dia menyimpan berbagai macam daging ke dalam tabung satu per satu dan mengamati belatung yang memakan daging busuk dan menemukan bahwa belatung tersebut berkembang menjadi lalat. Sebelum belatung muncul, dia mengamati bahwa lalat terlebih dahulu mengerumuni daging busuk tersebut dan dari sana, ditarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang menyebabkan terjadi produksi belatung.

Pada tahun 1688, Redi mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul "Percobaan pada asal usul serangga". Eksperimen dalam buku tersebut berhasil mematahkan teori abiogenesis (kehidupan berasal dari materi mati) dan memunculkan teori biogenesis. Pernyataan Omne vivum ex ovo (Semua kehidupan berasal dari telur) dicetuskan berdasarkan percobaan yang dilakukan Redi. Teori biogenesis mengemukakan bahwa kehidupan berasal dari kehidupan sebelumnya. Dalam percobaanya, dia menggunakan dua wadah berisi daging, yang pertama dibiarkan terbuka, sedangkan yang lainnya ditutup. Pada wadah yang terbuka, belatung tumbuh pada daging sedangkan pada wadah lainnya tidak ada pertumbuhan belatung. Konsep biogenesis tersebut belum sepenuhnya dapat diterima hingga muncul percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1859.
Untuk menjawab keragu-raguannya terhadap paham abiogenesis, Francesco Redi mengadakan percobaan. Pada percobaannya Redi menggunakan bahan tiga kerat daging dan tiga toples. Percobaan Redi selengkapnya adalah sebagai berikut :
• Stoples I : diisi dengan sekerat daging, ditutup rapat-rapat.
• Stoples II : diisi dengan sekerat daging, dan dibiarkan tetap terbuka.
• Stoples III : disi dengan sekerat daging, dibiarkan tetap terbuka.
Selanjutnya ketiga stoples tersebut diletakkan pada tempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan daging dalam ketiga stoples tersebut diamati.
Dan hasilnya sebagai berikut:
• Stoples I : daging tidak busuk dan pada daging ini tidak ditemukan jentik / larva atau belatung lalat.
• Stoples II : daging tampak membusuk dan didalamnya ditemukan banyak larva atau belatung lalat.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Francesco redi menyimpulkan bahwa larva atau belatung yang terdapat dalam daging busuk di stoples II dan III bukan terbentuk dari daging yang membusuk, tetapi berasal dari telur lalat yang ditinggal pada daging ini ketika lalat tersebut hinggap disitu. Hal ini akan lebih jelas lagi, apabila melihat keadaan pada stoples II, yang tertutup kain kasa. Pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak belatung, tetapi pada dagingnya yang membusuk belatung relative sedikit.

2. Lazaro Spalanzani

Seperti halnya Francesco Redi, Spallanzani juga menyangsikan kebenaran paham abiogeensis. Oleh karena itu, dia mengadakan percobaan yang pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi langkah percobaan Spallanzani lebih sempurna.
Pada tahun 1765, seorang biologiwan Italia yang bernama Lazzaro Spallaizani, melakukan percobaan yang berlawanan dengan teori Nedham. Spallanzani menyatakan bahwa Nedham tidak merebus tabung cukup lama sampai semua organism terbunuh dan Nedham juga tidak menutup leher tabung dengan rapat sekali sehingga masih ada organisme yang masuk dan tumbuh.
Sebagai bahan percobaannya, Spallanzani menggunakan air kaldu atau air rebusan daging dan dua buah labu.
• Labu I : diisi air 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan 15oC selama beberapa menit dan dibiarkan tetap terbuka.
• Labu II : diisi 70 cc air kaldu, ditutup rapat-rapat dengan sumbat gabus. Pada daerah pertemuan antara gabus dengan mulut labu diolesi paraffin cair agar rapat benar.
Selanjutnya, labu dipanaskan. Selanjutnya, labu I dan II didinginkan. Setelah dingin keduanya diletakkan pada tempat terbuka yang bebas dari gangguan hewan dan orang. Setelah lebih kurang satu minggu, diadakan pengamatan terhadap keadaan air kaldu pada kedua labu tersebut.
Hasil percobaannya adalah sebagai berikut :
• Labu I : air kaldu mengalami perubahan, yaitu airnya menjadi bertambah keruh dan baunya menjadi tidak enak. Setelah diteliti ternyata air kaldu pada labu I ini banyak mengandung mikroba.
• Labu II : air kaldu labu ini tidak mengalami perubahan, artinya tetap jernih seperti semula, baunya juga tetap serta tidak mengandung mikroba. Tetapi, apabila labu ini dibiarkan terbuka lebih lama lagi, ternyata juga banyak mengandung mikroba, airnya berubah menjadi lebih keruh serta baunya tidak enak (busuk).
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa mikroba yang ada didalam kaldu tersebut bukan berasal dari air kaldu (benda mati), tetapi berasal dari kehidupan di udara. Jadi, adanya pembusukan karena telah terjadi kontaminasi mikroba dari udara ke dalam air kaldu tersebut.
Pendukung paham Abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen Lazzaro Spallanzani tersebut. Menurut mereka untuk terbentuknya mikroba (makhluk hidup) dalam air kaldu diperlukan udara. Dengan pengaruh udara tersebut terjadilah generation spontanea.

3. Louis Pasteur
Dalam menjawab keraguannya terhadap paham abiogenesis. Pasteur melaksanakan percobaan untuk menyempurnakan percobaan Lazzaro Spallanzani. Dalam percobaanya, Pasteur menggunakan bahan air kaldu dengan alat labu. Langkah-langkah percobaan Pasteur selengkapnya adalah sebagai berikut :
Langkah I : labu disi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat-rapat dengan gabus. Celah antara gabus dengan mulut labu diolesi dengan paraffin cair. Setelah itu pada gabus tersebut dipasang pipa kaca berbentuk leher angsa. Lalu, labu dipanaskan atau disterilkan.
Langkah II : selanjutnya labu didinginkan dan diletakkan ditempat yang aman. Setelah beberapa hari, keadaan air kaldu diamati. Ternyata air kaldu tersebut tetep jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
Langkah III : labu yang air kaldu didalamnya tetap jernih dimiringkan sampai air kaldu didalamnya mengalir kepermukaan pipa hingga bersentuhan dengan udara. Setelah itu labu diletakkan kembali pada tempat yang aman selama beberapa hari. Kemudian keadaan air kaldu diamati lagi. Ternyata air kaldu didalam labu meanjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Melalui pemanasan terhadap perangkat percobaanya, seluruh mikroorganisme yang terdapat dalam air kaldu akan mati. Disamping itu, akibat lain dari pemanasan adalah terbentuknya uap air pada pipa kaca berbentuk leher angsa. Apabila perangkat percobaan tersebut didinginkan, maka air pada pipa akan mengembun dan menutup lubang pipa tepat pada bagian yang berbentuk leher. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya mikroorganisme yang bergentayangan diudara untuk masuk kedalam labu. Inilah yang menyebabkan tetap jernihnya air kaldu pada labu tadi.
Pada saat sebelum pemanasan, udara bebas tetap dapat berhubungan dengan ruangan dalam labu. Mikroorganisme yang masuk bersama udara akan mati pada saat pemanasan air kaldu.
Setelah labu dimiringkan hingga air kaldu sampai ke permukan pipa, air kaldu itu akan bersentuhan dengan udara bebas. Disini terjadilah kontaminasi mikroorganisme. Ketika labu dikembalikan keposisi semula (tegak), mikroorganisme tadi ikut terbawa masuk. Sehingga, setelah labu dibiarkan beberapa beberapa waktu air kaldu menjadi akeruh, karena adanya pembusukan oleh mikrooranisme tersebut. Dengan demikian terbuktilah ketidak benaran paham Abiogenesis atau generation spontanea, yang menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati yang terjadi secara spontan.

Berdasarkan hasil percobaan Redi, Spallanzani, dan Pasteur tersebut, maka tumbanglah paham Abiogenesis, dan munculah paham/teori baru tentang asal usul makhluk hidup yang dikenal dengan teori Biogenesis. Teori itu menyatakan :
1. Omne vivum ex ovo = setiap makkhluk hidup berasal dari telur.
2. Omne ovum ex vivo = setiap telur berasal dari makhluk hidup, dan
3. Omne vivum ex vivo = setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya.
Walaupun Louis Pasteur dengan percobaannya telah berhasil menumbangkan paham Abiogenesis atau generation spontanea dan sekaligus mengukuhkan paham Biogenesis, belum berarti bahwa masalah bagaimana terbentuknya makhluk hidup yang pertama kali terjawab.

TEORI KOSMOZOA
Arrhenius (1911) menyatakan bahwa kehidupan pertama dimulai dari spora-spora kehidupan yang bersarna-sama dengan partikel debu alam disebarkan dari satu tempat ke tempat lain, di bawah pengaruh sinar matahari. Tetapi teori ini tidak memperhitungkan adanya temperatur yang
begitu dingin dan juga sangat panas dan sinar - sinar yang mematikan yang terdapat di angkasa luar, seperti sinar kosmis, sinar ultra violet dan sinar infra merah.

TEORI EVOLUSI KIMIA

Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.

1. Oparin

Oleh Oparin senyawa itu kemudian dari atmosfer ke laut terbentuklah senyawa organik handalan yang dikenal dengan sop purba (asam amino) penyusun protein ini kemudian membentuk koaservart yang besar terbungkus membran terbentuk sel heterotrop yang kemudian berevolusi.
Alexander Oparin adalah Ilmuwan Rusia. Didalam bukunya yang berjudul The Origin of Life (Asal Usul Kehidupan). Oparin menyatakan bahwa pada suatu ketika atmosfer bumi kaya akan senyawa uap air, CO2, CH4, NH3, dan Hidrogen. Karena adanya energi radiasi benda-benda angkasa yang amat kaut, seperti sinar Ultraviolet, memungkinkan senyawa-senyawa sederhana tersebut membentuk senyawa organik atau senyawa hidrokarbon yang lebih kompleks. Proses reaksi tersebut berlangsung di lautan.
Senyawa kompleks yang mula-mula terbentuk diperkirakan senyawa aseperti Alkohol (H2H5OH), dan senyawa asam amino yang paling sederhana. Selama berjuta-juta tahun, senyawa sederhana tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks, Gliserin, Asam organik, Purin dan Pirimidin. Senyawa kompleks tersebut merupakan bahan pembentuk sel.
Menurut Oparin senyawa kompleks tersebut sangat berlimpah dilautan maupun di permukaan daratan. Adanya energi yang berlimpah, misalnya sinar Ultraviolet, dalam jangka waktu yang amat panjang memungkinkan lautan menjadi timbunan senyawa organik yang merupakan sop purba atau Sop Primordial.
Senyawa kompleks yang tertimbun membentuk sop purba di lautan tersebut selanjutnya berkembang sehingga memiliki kemampuan dan sifat sebagai berikut :
A. memiliki sejenis membran yang mampu memisahkan ikatan-ikatan kompleks yang terbentuk dengan molekul-molekul organik yang terdapat di sekelilingnya;
B. memiliki kemampuan untuk menyerap dan mengeluarkan molekil-molekul dari dan ke sekelilingnya;
C. memiliki kemampuan untuk memanfaatkan molekul-molekul yang diserap sesuai denagn pola-pola ikatan didalamnya;
D. mempunyai kemampuan untuk memisahkan bagian-bagian dari ikatan-ikatannya. Kemampuan semacam ini oleh para ahli dianggap sebagai kemampuan untuk berkembang biak yang pertama kali.
Senyawa kompleks dengan sifat-sifat tersebut diduga sebagai kehidupan yang pertamakali terbentuk. Jadi senyawa kompleks yang merupakan perkembangan dari sop purba tersebut telah memiliki sifat-sifat hidup seperti nutrisi, ekskresi, mampu mengadan metabolisme, dan mempunayi kemampuan memperbanyak diri atau reproduksi.
Walaupun dengan adanya senyawa-senyawa sederhana serta energi yang berlimpah sehingga dilautan berlimpah senyawa organik yang lebih kompleks, namun Oparin mengalami kesulitan untuk menjelaskan mengenai mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai abenda tak hidup ke benda hidup. Bagaimana senyawa-senyawa organik sop purba tersebut dapat memiliki kemampuan seperti tersebut diatas ? Oparin menjelaskan sebagai berikut :
Protein sebagai senyawa yang bersifat Zwittwer Ion, dapat membentuk kompleks koloid hidrofil (menyerap air), sehingga molekul protein tersebut dibungkus oleh molekul air. Gumpalan senyawa kompleks tersebut dapat lepas dari cairan dimana dia berada dan membentuk emulsi. Penggabunagn struktur emulsi ini akan menghasilkan koloid yang terpiah dari fase cair dan membentuk timbunan gumpalan atau Koaservat.
Timbunan Koaservat yang kaya berbagai kompleks organik tersebut memungkinkan terjadinya pertukaran substansi dengan lingkungannya. Di samping itu secara selektif gumpalan Koaservat tersebut memusatkan senyawa-senyawa lain kedalamnya terutama Kristaloid. Komposisi gumpalan koloid tersebut bergantung kepada komposisi mediumnya. Dengan demikian, perbedaan komposisi medium akan menyebabkan timbulnya variasi pada komposisi sop purba. Variasi komposisi sop purba diberbagai areal akan mengarah kepada terbentuknya komposisi kimia Koaservat yang merupakan penyedia bahan mentah untuk proses biokimia.
Tahap selanjutnya substansi didalam Koaservat membentuk enzim. Di sekeliling perbatasan antara Koaservat dengan lingkungannya terjadi penjajaran molekul-molekul Lipida dan protein sehingga terbentuklah selaput sel primitif. Terbentuknya selaput sel primitif ini memungkinkan memberikan stabilitas pada koaservat. Dengan demikian, kerjasama antara molekul-molekul yang telah ada sebelumnya yang dapat mereplikasi diri kedalam koaservat dan pengaturan kembali Koaservat yang terbungkus lipida amat mungkin akan menghasilkan sel primitif.
Kemampuan koaservat untuk menyerap zat-zat dari medium memungkinkan bertambah besarnya ukuran koaservat. Kemungkinan selanjutnya memungkinkan terbentuknya organisme Heterotropik yang mampu mereplikasi diri dan mendapatkan bahan makanan dari sop Primordial yang kaya akan zat-zat organik.

Ahli biokimia berkebangsaan Rusia (1894) A.l. Oparin adalah orang pertama yang mengemukakan bahwa evolusi zat-zat kimia telah terjadi jauh sebelum kehidupan ini ada. Dia mengemukakan bahwa asal mula kehidupan terjadi bersamaan dengan evolusi terbentuknya bumi serta atmosfirnya.
Atmosfir bumi mula-mula memiliki air, CO2, metan, dan amonia namun tidak memiliki oksigen. Dengan adanya panas dari berbagai sumber energi maka zat-zat tersebut mengalami serangkaian perubahan menjadi berbagai molekul organik sederhana. Senyawa – senyawa ini membentuk semacam campuran yang kaya akan materi-materi, dalam lautan yang masih panas; yang disebut primordial soup. Bahan campuran ini belum merupakan makhluk hidup tetapi bertingkah laku mirip seperti sistem biologi. PrimodiaL soup ini melakukan sintesis dan berakumulasi membentuk molekul. organik kecil atau monomer. misalnva asam amino dan nukleotida.
Monomer - monomer lalu bergabung membentuk polimer, misalnya protein dan asam nukleat. Kemudian agregasi ini membentuk molekul dalam bentuk tetesan yang disebut protobion. Protobion ini memiliki ciri kimia yang berbeda dengan lingkungannya.
Kondisi atmosfer masa kini tidak lagi memungkinkan untuk terbentuknya sintesis molekul organik secara spontan karena oksigen di atmosfer akan memecair ikatan kimia dan mengekstraksi elektron.
Polimerisasi atau penggabungan monomer ini dapat dibuktikan oleh sydney Fox. Sydney Fox melakukan percobaan dengan memanaskan larutan kental monomer organik yang mengandung asam amino, asam amino pada suhu titik leburnya. Saat air menguap, terbentuklah lapisan monomer - monomer yang berpolimerisasi. Polimer ini oleh Sydney Fox disebut proteinoid.
Dalam penelitian di laboratorium bila proteinoid dicampur dengan air dingin akan membentuk gabungan proteinoid yang menyusun tetesan kecil yang disebut mikrosfer. Mikrosfer diselubungi oleh membran selektif permeabel.
Alexander Oparin mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan "sop purba" tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuk timbunan gumpalan (koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai "selaput sel primitif" yang memberi stabilitas pada koaservat.
Meskipun begitu Oparin tetap berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang sudah terbungkus dengan selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan "organisme heterotrofik" yang dapat mereplikasikan dirinya dan mengambil nutrisi dari "sop purba" yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan mekanisme transformasi dari molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji melalui eksperimen di laboratorium, sedang teori evolusi biologi belum ada yang menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam teori itu benar, tetap saja belum dapat menjelaskan tentang dari mana dan dengan cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak sekadar menyangkut kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari itu tidak hanya kehidupan biologis, tetapi juga kehidupan rohani yang meliputi moral, etika, estetika dan inteligensia.




2. Stanley Miller

Tahun lima puluhan hipotesis tentang evolusi kimia mendapat dukungan dari Stanley Miller dan gurunya Harold Urey (1953). Teori Urey didasari atas pemikiran bahwa bahan orqanik merupakan bahan dasar organism yang pada mulanya dibentuk sebagai reaksi gas yang ada di alam dengan bantuan energi.
Menurut Teori Urey, konsep tersebut dapat di jabarkan atas 4 fase:
Fase 1. Tersedianya molekul metan, ammonia, hidrogen . dan uap air yag sangat banyak didalam atmosfer.
Fase 2. Energi yang timbul dari aliran listrik halilintar dan radiasi sinar – sinar kosmis merupakan energy pengikat dalam reaksi – reaksi molekul – molekul metan, ammonia, hydrogen dan uap air.
Fase 3. Terbentuknya zat hidup yang paling sederhana
Fase 4. Zat hidup yang terbentuk berkembang denqan waktu berjuta - juta tahun menjadi sejenis organism yang lebih kompleks.
Miller berhasil membuktikan teori Urey dalam laboratorium. Alat ini disimpan pada suatu kondisi yang diperkirakan sama dengan kondisi pada waktu sebelum ada kehidupan. Ke dalam alat tersebut dimasukkan bermacam-macarn gas seperti uap air yang dihasilkan dari air yang dipanaskan, hidrogen, metan, dan amonia. Selanjutnya pada alat tersebut diberikan aliran listrik 75.000 volt (sebagai pengganti kilatan halilintar yang selalu terjadi di alam pada waktu tersebut). Setelah seminggu ternyata Miller mendapatkan zat organik yang berupa asam amino. Asam amino merupakan komponen kehidupan. Selain asam amino diperoleh tiga asam hidroksi. HCN, dan urea.
Pemikiran selanjutnya adalah bagaimana terbentuknva protein dari asam amino ini.
Melvin Calvin dari Universitas California menunjukkan bahwa radiasi sinar dapat mengubah metana, amonia, hidrogen dan air menjadi molekul-rnolekul gula, dan asam amino. Dan juga pernbentukan purin dan pirimidin, yang merupakan zat dasar pembentukan DNA, RNA, ATP dan ADP.
Kehidupan yang bersama-sama dengan partikel debu alam disebarkan dari satu tempat ke tempat lain, di bawah pengaruh sinar matahari. Tetapi teori ini tidak memperhitungkan adanya temperatur yang begitu dingin dan juga sangat panas dan sinar - sinar yang mematikan yang terdapat di angkasa luar, seperti sinar kosmis, sinar ultra violet dan sinar infra merah.
Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.
Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.



Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai “halilintar” agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik. Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana.

ASAL-USUL PROKARIOTA
Organisme yang autotrof tidak mungkin mampu bertahan hidup karena saat itu belum terdapat karbon dioksida di atmosfer dan organismenya pun belum memiliki organel untuk melakukan fotosintesis. Jumlah bahan organik yang tersedia menipis maka cara makan pun berkembang menjadi autotrof, yaitu dapat merubah bahan anorganik menjadi bahan organik lewat fotosintesis.
Untuk berfotosintesis, organisme memerlukan pigmen tertentu. Maka berkembanglah bakteri autrotrof yang juga menghasilkan oksigen sebagai hasil sampingan fotosintesis. Bakteri ini kemungkinan sama dengan Cyanobacteria (ganggang hijau biru) yang ada dewasa ini. Cyanobacteria ini menjadi sosok kunci (gambaran) evolusi kehidupan. Hasil fotosintesis bakteri di masa lalu, secara bertahap menghasilkan oksigen yang dilepas ke atmosfer dan laut sekitar 2 milyar tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil Cyanobacteria di endapan Archean dan Proterozoic yang berusia 3,5 milyar tahun. Cyanobacteria yang dapat menumbuhkan Pilar Yang terbuat dari fosilnya dan materi dari sekitarnya. Gumpalan seperti tiang yang terbuat dari fosil Cyanobacteria disebut stromatolit.
Stromatolit ini diperkirakan berumur 3,5 milyar tahun yang lalu. Seperti tampak pada gambar, ujung stromatolit menyembul di atas permukaan air. Seperti halnya gunung es, stromatolit memiliki bagian yang terbenam dalam air. Yang menarik perhatian adalah, bahwa ukuran dan bentuk bakteri yang terdapat pada stromatolit yang masih aktif saat ini, sama dengan bakteri yang ditemukan pada fosil stromatolit. Diperkirakan stromatolit ini terdapat melimpah di seluruh perairan tawar dan laut sampai sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu.

EVOLUSI PROKARIOTA

Model evolusi dari makhluk hidup pertama adalah prokariota, yang kemudian berevolusi menjadi protobion, lalu eukariota secara umum dikatakan berevolusi dari sini. Akan tetapi, banyak ilmuwan yang mempertanyakan kesimpulan ini, karena menurut mereka spesies prokariota yang hidup saat ini berevolusi dari nenek moyang eukariotik yang lebih kompleks melalui proses simplifikasi. Ilmuwan lain berpendapat bahwa tiga domain muncul secara bersamaan, dari sekumpulan sel-sel yang bervariasi yang membentuk satu kolam gen.
Belum ada konsensus di antara para ahli biologi mengenai posisi eukariota dalam skema evolusi. Pendapat terkini mengenai evolusi eukariota meliputi:

1. eukariota muncul pertama kali dalam evolusi dan prokariota berevolusi dari mereka,
2. eukariota muncul bersamaan dengan eubacteria dan archeabacteria sehingga nenek moyang eukariota sejajar dengan prokariota,
3. eukariota muncul melalui kejadian simbiotik, yaitu asal mula endosimbiotik dari inti sel,
4. eukariota muncul tanpa endosimbiosis,
5. eukariota muncul melalui kejadian simbiotik, yaitu asal mula endosimbiotik yang bersamaan dari flagela dan inti sel.
Fosil tertua prokariota ditemukan sekitar 3.5 milyar tahun yang lalu, yaitu sekitar 1 milyar tahun setelah pembentukan kerak bumi. Bahkan hari ini, prokariota mungkin adalah bentuk kehidupan yang paling berhasil dan banyak. Eukariota muncul dalam catatan fosil beberapa masa kemudian, dan mungkin telah terbentuk dari endosimbiosis dari beberapa nenek moyang prokariota. Fosil eukariota tertua berumur sekitar 1.7 milyar tahun. Akan tetapi, beberapa bukti genetik mengarah pada kesimpulan bahwa eukariota muncul 3 milyar tahun yang lalu.
Bumi adalah satu-satunya tempat ditemukannya kehidupan, tapi beberapa ilmuwan berpendapat bahwa ada bukti kehidupan/fosil prokariota di Mars; tapi pendapat ini masih menjadi skeptisisme dan debat yang dipertimbangkan.
Prokariota telah berdiversifikasi besar-besaran dalam waktu lama. Metabolisme prokariota jauh lebih bervariasi daripada eukariota, sehingga tercipta bermacam-macam tipe prokariota. Misalnya, di samping memakai fotosintesis atau senyawa organik sebagai energi, seperti halnya eukariota, prokariota mendapat energi dari senyawa anorganik seperti [[H2S]], sehingga membuat prokariota bisa bertahan di lingkungan yang sedingin permukaan salju Antartika, dan sepanas lubang hidrothermal dasar laut dan sumber air panas.

Sel yang pertama kali terbentuk adalah sel heterotrof, yang memakan bahan makanan yang melimpah yang terdapat di dalam sup prabiotik. Sel primitif pertama kali tersebut adalah kelompok sel prokariotik, yaitu sel sederhana yang tidak memiliki membran inti, tidak ada mitokondria, kloroplas, dan RE. Sel tersebut terus berkembang sehingga bahan makanan (organik) semakin menipis dan memaksa sel untuk membuat makanan sendiri à muncul sel autotrof sebagai cikal bakal sel tumbuhan.

MEKANISME EVOLUSI

Posted by Ayu Rachmawati

Evolusi merupakan cabang biologi yang mempelajari sejarah asal usul makhluk hidup dan keterkaitan genetik antara makhluk hidup satu dengan yang lain. Evolusi secara harfiah dapat diartikan sebagai perubahan perlahan-lahan. Oleh karenanya, yang dimaksud dengan evolusi biologi adalah perubahan/ perkembangan makhluk hidup secara bertahap dalam jangka waktu lama dari bentuk sederhana menuju bentuk yang lebih kompleks.
Evolusi berdasarkan arahnya, dibagi menjadi 2, yakni:
1. Evolusi Progresif
Evolusi progresif merupakan evolusi yang mengarah pada kemungkinan populasi suatu spesies dapat bertahan hidup (survive). Proses ini dapat dijumpai melalui peristiwa evolusi yang terjadi pada burung Finch.
2. Evolusi Regresif
Evolusi regresif merupakan evolusi yang mengarah pada kemungkinan populasi suatu spesies menjadi punah. Hasil akhir evolusi merupakan evolusi divergen dan evolusi konvergen. Hal ini dapat dijumpai melalui peristiwa evolusi yang terjadi pada hewan dinosaurus.
Evolusi berdasarkan hasil akhirnya, dibagi menjadi, yakni:
1. Evolusi Divergen
Evolusi divergen merupakan perubahan dari satu spesies menjadi banyak spesies baru.
Evolusi divergen, yang merupakan evolusi ciri yang berbeda. Pada tingkat molekular, hal ini disebabkan karena mutasi tidak berhubungan dengan perubahan adaptif.
Evolusi divergen ditemukan pada peristiwa terdapatnya lima jari pada vertebrata yang berasal dari nenek moyang yang sama dan sekarang dimiliki oleh bangsa primata dan manusia.
2. Evolusi Konvergen
Evolusi konvergen merupakan perubahan pada organ yang berbeda pada spesies-spesies yang memiliki hubungan kekerabatan jauh menuju kesamaan fungsi organ tersebut.
Evolusi konvergen adalah proses organisme tidak berhubungan, dan mengalami evolusi ciri yang mirip sebagai hasil beradaptasi dengan lingkungan.
Evolusi konvergen adalah proses evolusi yang perubahannya didasarkan pada adanya kesamaan struktur antara dua organ atau organisme pada garis sama dari nenek moyang yang sama. Hal ini dapat ditemukan pada hiu dan lumba-lumba. Ikan hiu dan lumba-lumba terlihat sama seperti organisme yang berkerabat dekat, tetapi ternyata hiu termasuk dalam pisces, sedangkan ikan lumba-lumba termasuk dalam mamalia.

Mekanisme Evolusi
Proses evolusi dapat terjadi karena variasi genetik dan seleksi alam. Adanya variasi genetik akan memunculkan sifat-sifat baru yang akan diturunkan. Variasi genetik ini disebabkan karena adanya mutasi gen. Seleksi alam juga merupakan mekanisme evolusi. Individu-indivu akan beradaptasi dan berjuang untuk mempertahankan hidupnya, sehingga individu akan mengalami perubahan morfologi, fisiologi, dan tingkah laku. Faktor-faktor yang berpengaruh di dalam mekanisme evolusi antara lain seperti berikut.
Mutasi
Peristiwa mutasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan frekuensi gen, sehingga akan mempengaruhi fenotipe dan genotipe. Mutasi dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Sifat menguntungkan maupun merugikan tersebut terjadi jika:
a. dapat menghasilkan sifat baru yang lebih menguntungkan,
b. dapat menghasilkan spesies yang adaptif,
c. memiliki peningkatan daya fertilitas dan viabilitas.

Selain menguntungkan, ada kemungkinan mutasi bersifat merugikan yaitu menghasilkan sifat-sifat yang berkebalikan dengan sifat-sifat di atas.
Mutasi; adalah perubahan dalam DNA suatu organisme. Suatu mutasi baru yang diturunkan dalam gamet dengan segera mengubah kumpulan gen suatu populasi dengan cara menggantikan satu alel dengan alel yang lain.
Mutasi gen menyebabkan terjadinya penyimpangan sifat-sifat individu dari sifat yang normal. Terjadinya mutasi ini ada yang dipengaruhi oleh faktor luar, dan ada juga yang dipengaruhi oleh faktor dalam (rekombinasi gen-gen).
Mutasi gen yang tidak dipengaruhi oleh faktor luar mempunyai 2 sifat, yaitu:
1. Jarang terjadi, sebab tidak setiap rekombinasi gen menyebabkan mutasi
2. Kebanyakan tidak menguntungkan
Sekalipun demikian, mutasi ini tetap merupakan salah satu mekanisme evolusi yang sangat penting, termasuk dalam hal pembentukkan species baru dengan sifat-sifat yang lebih baik.
Jadi jika mutasi kita tinjau selama periode evolusi dari suatu species, maka tetap akan mendapatkan angka mutasi yang besar.
Hal ini terjadi karena:
1. Setiap gamet mengandung beribu-ribu gen
2. Setiap individu mampu menghasilkan beribu-ribu bahkan berjuta-juta gamet dalam satu generasi
3. Jumlah generasi yang dihasilkan oleh suatu species selama kurun waktu species itu ada banyak sekali.
Berdasarkan hal tersebut maka angka laju mutasi pada setiap species dapat diketahui. Angka laju mutasi adalah angka yang menunjukkan berapakah jumlah gen yang bermutasi dari seluruh gamet yang dihasilkan oleh satu individu dari suatu species.
Sebagai contoh data sebagai berikut:
~ Angka laju mutasi per gen = 1 : 100.000
~ Jumlah gen dalam satu individu yang mampu bermutasi = 1000
~ Perbandingan mutasi yang menguntungkan dengan mutasi yang merugikan = 1 : 1000
~ Jumlah populasi setiap generasi = 200 juta
~ Jumlah generasi selama species itu ada = 5000
Pertanyaan yang muncul adalah berapakah kemungkinan terjadinya mutasi yang menguntungkan selama species itu ada?
Jawab:
Jumlah mutasi gen yang menguntungkan yang mungkin terjadi adalah:
~ Pada satu individu:
= 1/100.000 x 1000 x 1/1000 = 1/100.000
~ Pada tiap generasi:
1/100.000 x 200.000.000 = 2000
~ Selama species itu ada (5000 generasi)
2000 x 5000 = 10.000.000
Jadi terbukti, sekalipun mutasi tersebut jarang terjadi dan mutasi yang menguntungkan sangat kecil kemungkinannya, tetapi jika ditinjau selama periode evolusi suatu species maka kemungkinan terjadinya mutasi yang adaptif akan tetap besar.
Ada tiga fakta penting yang muncul pada peristiwa mutasi, yaitu:
1. Mutasi muncul secara spontan dan tidak di arahkan oleh alam
2. Mutasi dapat terjadi lagi pada mutan
3. Mutasi pada umumnya merugikan organisme yang mengalaminya.

Seleksi Alam dan Adaptasi
Proses adaptasi akan diikuti dengan proses seleksi. Individu yang memiliki adaptasi yang baik akan dapat mempertahankan hidupnya, memiliki resistensi yang tinggi dan dapat melanjutkan keturunannya. Sedangkan individu yang tidak dapat beradaptasi akan mati selanjutnya akan punah.
Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan reproduksi); seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dan keanekaragaman yang melekat diantara individu organisme yang menyusun suatu populasi. Produk seleksi alam adalah adaptasi pepoulasi organisme dengan lingkungannya. Seluk-beluk seleksi alami adalah pentingnya populasi dalam evolusi. Suatu populasi adalah satuan terkecil yang dapat berkembang. Evolusi dapat diukur sebagai peruahan dalam pembagian relative variasi dalam suatu populasi selama beberapa generasi. Contoh kerja seleksi alam adalah kegiatan para saintis menguji hipotesis Darwin bahwa paruh burung Finch Galapagus merupakan adaptasi evolusioner terhadap sumber makanan yang berbeda.
Seleksi Alam; suatu populasi memiliki kemampuan yang sama untuk bertahan hidup dan menghasilkan keturunan. Populasi terdiri dari individu yang bervariasi dan rata-rata beberapa varian menghasilkan lebih banyak keturunan dibandingkan yang lain. Keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi ini adalah seleksi alam dan alel akan diturunkan ke generasi berikutnya.
Seleksi Alam sebagai Mekanisme Evolusi Adaptif
Adalah gabungan peluang dan penyortiran perluang terjadinya variasi genetic baru melalui mutasi dan rekomendasi seksual dalam kerja seleksi karena menyukai perbanyakan beberapa variasi acak dibandingkan variasi lainnya. Seleksi alam meningkatkan frekuensi genotype dan membuat organism cocok dengan lingkungannya.
Apabila gen A memiliki viabilitas lebih rendah dari gen a, atau gen A memiliki mempunyai daya fertilitas lebih baik dari gen a, maka jumlah individu dengan gen A dalam populasi itu akan bertambah, sedangkan individu dengan gen a akan berkurang.
Contoh untuk mutasi gen sekaligus seleksi alam adalah: Didanau buatan AS, selain katak normal (A) ditemukan pula katak berkaki banyak dan mandul (a). Jika populasi dari katak (Aa) saling mengadakan perkawinan, berapakah perbandingan genotip AA : Aa : aa dalam populasi tersebut pada generasi berikutnya bila diketahui:
~ keturunan dari populasi asal terdiri atas : 27 individu AA, 54 individu Aa, dan 27 aa
~ jumlah perkawina yang terjadi adalah 45
~ jumlah individu yang dihasilkan dari setiap perkawinan adalah 10 individu.
Jawab:
Perbandingan genotip keturunan populasi asal adalah 27 AA : 54 Aa : 27 aa = 1 : 2 : 1
Perbandingan antara individu yang subur (normal) dengan mandul adalah (AA + Aa) : aa = (27 + 54) : 27 = 81 : 27 = 3 : 1
Berarti dari seluruh individu yang normal (subur) terdiri atas 1/3 bergenotip AA dan 2/3 Aa. Oleh karena itu kemungkinan terjadinya perkawinan antara induk-induk tersebut adalah:
Karena jumlah perkawinan adalah 45 maka jumlah perkawinan antara:
AA x AA = 1/9 x 45 = 5
AA x Aa = 2/9 x 45 = 10
Aa x AA = 2/9 x 45 = 10
Aa x Aa = 4/9 x 45 = 20
Setiap perkawinan menghasilkan 10 individu untuk masing-masing genotip:
Jadi perbandingan genotip AA : Aa : aa = 200 : 200 : 50 = 4 : 4 : 1

Seleksi alam populasi berwarna kulit gelap.
Seleksi alam adalah proses di mana mutasi genetika yang meningkatkan keberlangsungan dan reproduksi suatu organisme menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke genarasi yang lain pada sebuah populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang "terbukti sendiri" karena:
• Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme.
• Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
• Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan lebih berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan cenderung tidak akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur kontribusi genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut untuk membawa gen sebuah organisme. Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan kebugaran lebih daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel tersebut menjadi lebih umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan hidup dan fekunditas. Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang disebabkan oleh alel yang kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini menjadi lebih langka. Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel bukanlah karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya menguntungkan bisa menjadi merugikan.
Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya tinggi badan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah (directional selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme cenderung menjadi lebih tinggi. Kedua, seleksi pemutus (disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini terjadi apabila baik organisme yang pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi menengah tidak. Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata. Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.
Kasus khusus seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang meningkatkan keberhasilan perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu organisme.] Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat pada pejantan beberapa spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat menurunkan keberlangsungan hidup individu jantan tersebut (misalnya pada tanduk rusa yang besar dan warna yang cerah dapat menarik predator), Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.
Bidang riset yang aktif dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah satuan seleksi, dengan seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu, kelompok organisme, dan bahkan spesies. Dari model-model ini, tiada yang eksklusif, dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak. Di bawah tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya di seluruh genom. Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
Adaptasi merupakan struktur atau perilaku yang meningkatkan fungsi organ tertentu, menyebabkan organisme menjadi lebih baik dalam bertahan hidup dan bereproduksi. Ia diakibatkan oleh kombinasi perubahan acak dalam skala kecil pada sifat organisme secara terus menerus yang diikuti oleh seleksi alam varian yang paling cocok terhadap lingkungannya. Proses ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun kehilangan ciri-ciri leluhur. Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik melalui perubahan genetika yang menyebabkan resistansi antibiotik. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah target obat ataupun meningkatkan aktivitas transporter yang memompa obat keluar dari sel. Contoh lainnya adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi menjadi berkemampuan menggunakan asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen laboratorium jangka panjang, ataupun Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim yang mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di limbah produksi nilon.
Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya merupakan adapatasi sederhana sebenarnya merupakan eksaptasi, yakni struktur yang awalnya beradaptasi untuk fungsi tertentu namun secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi lainnya dalam proses evolusi. Contohnya adalah cicak Afrika Holaspis guentheri yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih untuk dapat bersembunyi di celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada kerabat dekat spesies ini. Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi sangat pipih, sehingga hal ini membantu spesies tersebut meluncur dari pohon ke pohon. Contoh lainnya adalah penggunaan enzim dari glikolisis dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang dinamakan kristalin (crystallin) dalam lensa mata organisme.

Kerangka paus balin, label a dan b merupakan tulang kaki sirip yang merupakan adaptasi dari tulang kaki depan; sedangkan c mengindikasikan tulang kaki vestigial.
Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur dengan organisasi internal dapat memiliki fungsi yang sangat berbeda pada organisme terkait. Ini merupakan akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan cara yang berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara struktural sama dengan tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena struktur leluhur yang sama yang mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi idiosinkratik lainnya adalah tulang pada pergelangan panda yang terbentuk menjadi "ibu jari" palsu, mengindikasikan bahwa garis keturunan evolusi suatu organisme dapat membatasi adaptasi apa yang memungkinkan.
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur vestigial. Struktur tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali tidak berfungsi pada spesies sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau spesies lainnya yang berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen, sisa mata yang tidak berfungsi pada ikan gua yang buta, sayap pada burung yang tidak dapat terbang, dan keberadaan tulang pinggul pada ikan paus dan ular. Contoh stuktur vestigial pada manusia meliputi geraham bungsu, tulang ekor, dan umbai cacing (apendiks vermiformis).
Bidang investigasi masa kini pada biologi perkembangan evolusioner adalah perkembangan yang berdasarkan adaptasi dan eksaptasi. Riset ini mengalamatkan asal muasal dan evolusi perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan dan proses perkembangan ini menghasilkan ciri-ciri yang baru. Kajian pada bidang ini menunjukkan bahwa evolusi dapat mengubah perkembangan dan menghasilkan struktur yang baru, seperti stuktur tulang embrio yang berkembang menjadi rahang pada beberapa hewan daripada menjadi telinga tengah pada mamalia. Adalah mungkin untuk struktur yang telah hilang selama proses evolusi muncul kembali karena perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi pada ayam yang menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi buaya. Adalah semakin jelas bahwa kebanyakan perubahan pada bentuk organisme diakibatkan oleh perubahan pada tingkat dan waktu ekspresi sebuah set kecil gen yang terpelihara.
Pengertian seleksi alam
Seleksi alam yang dimaksud dalam teori evolusi adalah teori bahwa makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya lama kelamaan akan punah. Yang tertinggal hanyalah mereka yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Dan sesama makhluk hidup akan saling bersaing untuk mempertahankan hidupnya.
Masih jelas teringat di benak kita tentang teori evolusinya yang menceritakan bahwa awalnya jerapah ada yang berleher pendek dan ada yang berleher panjang. Lalu jerapah yang berleher panjang lebih mudah menjangkau daun-daun muda yang tempatnya memang lebih tinggi dibandingkan dengan jerapah berleher pendek. Akhirnya, jerapah berleher panjang dapat bertahan hidup dan jerapah berleher pendek perlahan-lahan akan punah. Ini yang disebut Charles Darwin sebagai “Seleksi Alam”.
Seleksi alam adalah proses dimana mutasi genetika yang meningkatkan reproduksi menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke generasi yang lain pada sebuah populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang “terbukti sendiri” karena:
Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme. Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup. Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan lebih berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan cenderung tidak akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur kontribusi genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut untuk membawa gen sebuah organisme. Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan kebugaran lebih daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi alel tersebut menjadi lebih umum dalam popualasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan dan fekunditas. Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang disebabkan oleh alel yang kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini menjadi lebih langka. Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel bukanlah karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya menguntungkan bisa menjadi merugikan.
Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya tinggi badan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah (directional selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme cenderung menjadi lebih tinggi. Kedua, seleksi pemutus (disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini terjadi apabila baik organisme yang pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi sedang tidak. Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata. Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.
Kasus khusus seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang meningkatkan keberhasilan perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu organisme. Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat pada pejantan beberapa spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat menurunkan keberlangsungan hidup individu jantan tersebut (misalnya pada tanduk rusa yang besar dan warna yang cerah dapat menarik predator). Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.
Bidang riset yang aktif pada saat ini adalah satuan seleksi, dengan seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu, kelompok organisme, dan bahkan spesies. Dari model-model ini, tiada yang eksklusif, dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak. Di bawah tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya di seluruh genom. Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
Contoh seleksi alam misalnya yang terjadi pada ngengat biston betularia. Ngengat biston betularia putih sebelum terjadinya revolusi industri jumlahnya lebih banyak daripada ngengat biston betularia hitam. Namun setelah terjadinya revolusi industri, jumlah ngengat biston betularia putih lebih sedikit daripada ngengat biston betularia hitam. Ini terjadi karena ketidakmampuan ngengat biston betularia putih untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pada saat sebelum terjadinya revolusi di Inggris, udara di Inggris masih bebas dari asap industri, sehingga populasi ngengat biston betularia hitam menurun karena tidak dapat beradaptsi dengan lingkungannya. namun setelah revolusi industri, udara di Inggris menjadi gelap oleh asap dan debu industri, sehingga populasi ngengat biston betularia putih menurun karena tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, akibatnya mudah ditangkap oleh pemangsanya.
Kettlewell’s seorang dari Oxford University pada tahun 1966 telah menyelidiki kupu hitam dan putih Biston betularia (di Inggris). Kupu hitam banyak ditemui di daerah industri (tercemar) dan sedikit di daerah yang tidak tercemar, dan kupu putih sebaliknya.
Untuk mengecek adanya perbedaan yang dikaitkan dengan penambahan lingkungan maka Kettlewell’s mempelajari perkembangan populasi kupu ini dengan cara “Marking recapture” yaitu menandai sejumlah kupu dari dua warna itu, kemudian dilepas di daerah tercemar (Birminghan) dan di daerah yang tidak tercemar (Dorset), setelah beberapa waktu ditangkap kembali, hasilnya sebagai berikut:
Birminghan (tercemar) Dilepas Ditangkap kembali
Hitam 477 19%
Putih 137 40%

Dorset(tak tercemar)
Hitam 437 6%

Putih 496 12,5%

Kesimpulan:
1. Penyebaran kupu hitam berkorelasi dengan derajat pencemaran.
2. Ada mutasi putih ke hitam.
Demikian pula yang diperlihatkan dalam penggunaan DDT terhadap serangga. Peningkatan penggunaan DDT mengakibatkan berkurang kekebalannya terhadap serangga.
Peran Kreatif Dari Seleksi Alam
Haldane telah menghitung berapa lama fenotif baru dapat diciptakan. Misalnya, bila setiap 15 gen berada dalam 1 persen dari individu suatu populasi, maka kemungkinan 15 gen tersebut terdapat bersama – sama adalah 1 didalam 1030 individu. Tetapi belum pernah ada suatu populasi dari organisme tinggi yang terdiri 1030 individu. Jumlah tanaman tinggi sepanjang sejarah kehidupan belum pernah mencapai angka di atas. Sehingga kesempatan kelima gen dapat berada bersama adalah sangat kecil. Lebih – lebih kesempatan ke-15 gen itu berada bersama – sama pada beberapa individu. Dengan perkataan lain bahwa fenotip yang dihasilkan oleh aksi bersama dari 15 gen tidak akan terdapat di dalam populasi.
Masih menurut Haldane, jika terdapat seleksi alam yang berjalan dalam tingkatan sedang, hanya akan dibutuhkan waktu kurang lebih 10.000 tahun bagi setiap gen untuk bertambah dari frekuensi 1 % menjadi 99 %. Jika setiap gen telah terdapat di dalam 99 % dari populasi, 86 % dari individu di dalamnya akan mempunyai ke-15 gen yang telah disebutkan di atas. Jadi pada peristiwa seleksi, meskipun tanpa adanya mutasi baru dapat menghasilkan suatu fenotip baru dengan adanya kombinasi gen.
Gambaran sebenarnya dari perubahan yang telah diterangkan di atas secara hipotesis, telah dibuktikan oleh para ahli pertanian dari Universitas Illionis (Amerika Serikat). Percobaan tentang seleksi pada seleksi jangka panjang. Para ahli memilih biji jagung dengan kandungan minyak tinggi dan dilakukan selama 50 generasi. Dalam waktu tersebut terdapat kenaikan kandungan minyak secara berangsur – angsur. Hal tersebut terjadi dari formasi kombinasi gen yang dihasilkan dari suatu sesi mutasi baru.
Perhitungan sederhana dibawah ini menunjukkan percobaan di atas. Para ahli pertanian menanam jagung sebanyak 200 – 300 pohon untuk setiap generasi. Dikalikan dengan angka 50, maka jumlah jagung yang telah ditanam selama percobaan adalah 10.000 – 15.000, kecepatan mutasi untuk setiap gen jagung adalah 1 untuk setiap 50.000 tumbuhan. Hal itulah yang menyebabkan tidak mungkinnya satu mutan ke penambahan kadar minyak tentu adanya suatu seri mutasi semacam itu tidak akan terjadi. Penambahan secara berangsur dari kadar minyak selama 50 generasi dengan seleksi harus bersandar pada pembentukan suatu kombinasi gen baru dan bukannya karena mutasi.
Kombinasi gen baru yang dihasilkan dari seleksi sering menghasilkan suatu perubahan alel yang awalnya resesif menjadi dominan. Suatu alel tidak bertindak secara otomatis sebagai resesif atau dominan. Latar belakang genetik menentukan aktivitas suatu alel. Bila latar genesis berubah lewat pergeseran dari suatu gen, maka aktivitas dari gen – gen lain sampai pada batas tertentu.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada populasi biparental, seleksi alam atau buatan menentukan arah perubahan. Sebagian besar dengan perubahan frekuensi dari gen yang muncul karena mutasi sembarang (random mutation) dari beberapa generasi sebelumnya. Hal ini akan mewujudkan adanya kombinasi gen yang berudan aktivitas gen yang menghasilkan fenotip baru. Mutasi yang umumnya bukanlah suatu kekuatan pengaruh pada evolusi, peran evolusi yang terutama bagi mutasi baru (dan kombinasi baru dari gen) adalah pengganti persediaan variabilitas di dalam gen pool, yang pada akhirnya melengkapi potensi mana seleksi yang akan dating dapat bertindak.
Peran Pengawet (Konservatif) dari Seleksi Alam
Telah dijelaskan tentang peran kreatif seleksi alam yang mengarah ke pembentukan kombinasi gen baru yang dapat member arah terhadap proses evolusi. Sebaliknya, seleksi alam juga dapat berperan sangat penting sebagai factor konservatif atau pengawet. Setiap organisme sepanjang perjalanan evolusinya, telah memiliki susunan gen yang dapat saling mempengaruhi menurut jalan yang tepat dalam mengatur proses pertumbuhan, faal, biokimia dimana kelangsungan hidup suatu spesies tergantung. Segala sesuatu yang merusak interaksi harmonis dari genbiasanya merugikan spesies yang bersangkutan. Tetapi pada populasi yang berbiak secara seksual, penggolongan gen baru ini akan berkurang daya adaptasinya daripada golongan asli (meskipun beberapa dapat lebih besar daya adaptasinya). Sebagian besar dari adaptasi baru cenderung merusak penggolongan gen yang menguntungkan, yang mana kekuatan hidup dari sesuatu spesies tergantung. Seleksi alam bekerja secara tetap untuk melenyapkan semua kombinasi, kecuali kombinasi yang sangat menguntungkan, mengimbangi rekombinasi dan mutasi merusak. Dengan demikian seleksi alam juga merupakan faktor utama dalam mempertahankan stabilitas tanpa hal itu tentu terjadi kekacauan.
Adaptasi
Setiap organisme dapat dikatakan merupakan suatu kumpulan kompleks dari sejumlah besar adaptasi. Adaptasi yang terjadi memiliki hubungan dengan kebutuhan makanan, pertukaran zat, transport di dalam jaringan, regulasi cairan tubuh, aktifitas efektor, reproduksi dan lain sebagainya. Adaptasi merupakan setiap sifat yang dikendalikan secara genetic yang membantu suatu organism atau spesies, untuk dapat hidup dan berbiak pada keadaan lingkungan dimana spesies itu berada.
Adaptasi pada organism dapat berupa bentuk, faal atau kelakuan. Adaptasi dapat secara genetis sederhana yang dikendalikan oleh satu atau dua gen, atau dapat pula kompleks yang dikendalikan oleh banyak sekali gen. Adaptasi dapat menyangkut seluruh organ atau sistem organ. Dapat pula adaptasi bersifat sangat khusus, atau berguna hanya pada suatu keadaan yang bermacam – macam.
Beberapa contoh dari adaptasi yang mencolok, dimana proses tersebut untuk menjelaskan proses – proses darimana adaptasi terwujud.
• Kemampuan tumbuh dari tanaman padang rumput
Tahun 1937, Kemp seorang sarjana dari Amerika Serikat mengadakan percobaan tentang kecepatan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan adaptasi keadaan setempat. Caranya dengan menaburi dengan biji – bijian dari rumput dan tanaman dari polong – polongan pada suatu padang rumput di Maryland. Kemudian dibagi menjadi dua bagian, satu bagian selalu dimakan oleh ternak dan sebagian lagi dibiarkan tanpa diganggu. Tiga tahun setelah diadakan percobaan itu. Kemp mengambil tiga jenis tanaman dari kedua bagian tersebut. Biji – biji dari ketiga tanaman tersebut kemudian ditanam pada tanah percobaan dimana keadaan lingkungan dibuat sesame mungkin untuk ketiga jenis tanaman. Didapatkan bahwa tanaman yang diperoleh dari padang rumput yang selalu dimakan oleh ternak adalah cebol dan tumbuh ke segala jurusan. Sedangkan tanaman dari padang rumput yang tidak diganggu menampakkan pertumbuhan yang besar dan tegak lurus.
Dalam waktu tiga tahun, kedua populasi yang terdiri dari jenis – jenis tanaman diketahui berasal dari biji –bijian yang sama telah berbeda dalam cara tumbuhnya. Cara tumbuh ini telah diketahui ditentukan secara genetik. Ternyata ternak pada sebagian padang rumput telah memakan hampir semua tanaman tegak, sedangkan tanaman yang rendah telah lolos dari ternak tersebut. Pada daerah yang dimakan oleh ternak hanya tanaman yang rendah yang dapat terus berbiak dengan bijinya, dalam waktu yang singkat terjadi seleksi yang kuat untuk tanaman cebol dan tumbuh tidak lurus yang mempunyai adaptabilitas yang tinggi. Sebaliknya pada bagian lain dari tanaman lapang itu, dimana tumbuh tanaman yang tidak diganggu ternak, pertumbuhan tegak lurus secara adaptif adalah superior dan tanaman cebol tidak akan dapat bersaing secara efektif.
• Adaptasi Bunga untuk Penyerbukan
Tumbuh – tumbuhan berbunga tergantung dari agen di luar untuk membawa tepung sari bunga jantan suatu pohon ke bunga betina pohon lainnya. Bunga dari setiap spesies pohon mempunyai adaptasi bentuk, struktur, warna, dan bau untuk agen penyerbuk tergantung. Hal ini member gambaran yang jelas tentang adaptivitas suatu evolusi.
Lebah tertarik oleh warna terang dan oleh bau yang manis, aromatik, atau mentol. Mereka hanya aktif pada siang hari dan mereka biasanya singgah dahulu pada petal sebelum bergerak ke dalam bagian bunga yang mengandung madu dan tepung sari. Bunga yang diserbuk oleh lebah mempunyai warna mencolok, suatu petal yang berwarna terang dan biasanya kuning atau biru, tetapi jarang sekali merah. Lebah tidak dapat melihat warna merah, tetapi dapat melihat warna kuning dan biru dengan baik. Bunga yang biasanya mempunyai bau manis, aromatik, atau mentol, biasanya membuka pada siang hari dan sering mempunyai bibir yang menonjol dimana lebah dapat hinggap sebelum masuk kedalam bunga.
Ada sejenis burung kecil (Hummingbird) pemakan madu, sebaliknya dapat warna merah dengan baik dan warna biru tidak begitu baik. Burung ini tidak hinggap melainkan mengapung di udara sambil menghisap madu, dengan penciuman yang tajam. Bunga – bunga yang terutama diserbukkan oleh burung ini biasanya tidak berbau dan tidak mempunyai tempat untuk hinggap. Berlainan dengan lebah dan “Hummingbird”, kupu – kupu malam sangat aktif pada waktu senja dan malam hari. Bunga- bunga yang diserbuk oleh kupu – kupu malam bisanya berwarna putih dan membuka pada waktu senja atau malam hari. Bunga ini biasa mempunyai bau yang sangat kuat sehingga dapat menuntun kupu – kupu tadi ketempat itu.
Berbeda dengan contoh – contoh di atas, lalat hanya tertarik pada bau yang tidak enak. Lalat adalah pemakan bangkai, kotoran, humus atau darah. Bunga – bunga yang penyerbukannya tergantung dari lalat biasanya berwarna suram dan berbau tidak enak. Bunga – bunga ini kadang berbentuk demikian sehingga dapat mengurung lalat untuk sementara, sehingga bila lalat tersebut keluar dari bunga itu, maka tubuhnya telah penuh dengan tepung sari. Tepung sari yang demikian kemudian dapat terbawa ke bunga lainnya. Mekanisme perangkap ini terdapat juga pada bunga – bunga yang diserbuk oleh kepik.
Gene pool dan Faktor – factor yang mempengaruhi keseimbangannya
Pengertian Gene pool
Evolusi adalah perubahan susunan genetik pada generasi yang berurutan. Untuk mengetahui evolusi, sangat baik jika mengetahui tentang genetika dari populasi (population genetik). Genetika individu selalu menyangkut konsep genotif yakni konstitusi genetika pada individu. Studi mengenai genetika dari populasi juga tergantung pada konsep gene pool, yakni konstitusi genetis suatu populasi.
Gene pool adalah jumlah dari seluruh gen (termasuk plasma gen) yang dimiliki oleh semua individu. Genotip dari individu diploid hanya dapat mempunyai suatu maksimal jumlah dari dua alel dari suatu gen. Pembatasan ini tidak dijumpai pada gene pool dari suatu populasi. Disini dapat terdapat setiap jumlah dari gen. kita melihat gen pool dari sudut setiap macam gen dengan frekuensi atau perbandingan alel gen A dan a pada suatu populasi yang berbiak secara seksual. Dan misalnya juga bahwa alel A merupakan 90 % dari jumlah kedua alel, sedangkan alel a merupakan 10 % dari jumlah itu. Akan kita katakan kemudian bahwa frekuensi A dan a pada gen pool populasi ini adalah 0,9 dan 0,1. Bila frekuensi ini berubah dengan berubahnya waktu, maka perubahan ini merupakan perubahan evolusi.
Kalau kita katakan bahwa evolusi adalah perubahan di dalam komposisi genetis dari populasi, yang kita artikan adalah suatu perubahan dari frekuensi genetis di dalam suatu gen pool. Itulah sebabnya faktor penyebab evolusi dapat kita tentukan dengan menentukan faktor apa yang dapat menghasilkan suatu pergeseran dari frekuensi genetis.
Aliran Gen
Dengan adanya aliran gen maka akan terjadi perpindahan alel di antara populasi-populasi melalui migrasi dan individu yang kawin.
Aliran Gen; suatu populasi bisa mendapatkan atau menghilangkan suatu alel dari peristiwa aliran yaitu pertukaran genetik akibat migrasi individu yang subur atau perpindahan gamet antarpopulasi.
Aliran gen merupakan pertukaran gen antar populasi, yang biasanya merupakan spesies yang sama. Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan organisme hibrid dan transfer gen horizontal.
Migrasi ke dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen diperlukan agar terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan menyebarkan genetika yang berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung, samudera, dan padang pasir. Bahkan bangunan manusia seperti Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi aliran gen tanaman.[68]
Bergantung dari sejauh mana dua spesies telah berdivergen sejak leluhur bersama terbaru mereka, adalah mungkin kedua spesies tersebut menghasilkan keturunan, seperti pada kuda dan keledai yang hasil perkawinan campurannya menghasilkan bagal. Hibrid tersebut biasanya mandul, oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat berpasangan selama meiosis. Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat dapat secara reguler saling kawin, namun hibrid yang dihasilkan akan terseleksi keluar, dan kedua spesies ini tetap berbeda. Namun, hibrid yang berkemampuan berkembang biak kadang-kadang terbentuk, dan spesies baru ini dapat memiliki sifat-sifat antara kedua spesies leluhur ataupun fenotipe yang secara keseluruhan baru. Pentingnya hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan tidaklah jelas, walaupun beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis hewan, Hyla versicolor merupakan contoh hewan yang telah dikaji dengan baik.
Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang penting pada tanaman, karena poliploidi (memiliki lebih dari dua kopi pada setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi pada tanaman dibandingkan hewan. Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena ia mengijinkan reproduksi, dengan dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap kromosom dapat berpasangan dengan pasangan yang identik selama meiosis. Poliploid juga memiliki keanekaragaman genetika yeng lebih, yang mengijinkannya menghindari depresi penangkaran sanak (inbreeding depression) pada populasi yang kecil.
Transfer gen horizontal merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme lainnya yang bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada bakteri.[77] Pada bidang pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap resistansi antibiotik. Ketika satu bakteri mendapatkan gen resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke spesies lainnya. Transfer gen horizontal dari bakteri ke eukariota seperti khamir Saccharomyces cerevisiae dan kumbang Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi. Contoh transfer dalam skala besar adalah pada eukariota bdelloid rotifers, yang tampaknya telah menerima gen dari bakteri, fungi, dan tanaman. Virus juga dapat membawa DNA antar organisme, mengijinkan transfer gen antar domain. Transfer gen berskala besar juga telah terjadi antara leluhur sel eukariota dengan prokariota selama akuisisi kloroplas dan mitokondria.
Aliran gen atau gene flow merupakan pertukaran gen antar populasi, yang biasanya merupakan spesies yang sama. Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan organisme hibrid dan transfer gen horizontal.
Migrasi ke dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah variasi genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen diperlukan agar terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan menyebarkan genetika yang berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung, samudera, dan padang pasir. Bahkan bangunan manusia seperti Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi aliran gen tanaman.
Gene flow (alur gen), akibat adanya imigran yang dapat menambah alela baru kedalam unggun gen suatu “deme”, sehingga dapat merubah frekunsi alela. Alur gen berarti kisaran imigran mulai dari yang sangat rendah kesangat tinggi tergantung dari jumlah individu yang datang dan seberapa banyak perbedaan genetik yang ada pada individu- individu dalam “” deme” yang dapat bergabung. Bila tidak ada perbedaan yang banyak antara “ deme- deme” dalam populasi yang besar, maka pergerakan individu dalam jumlah yang sangat kecil diantara “ deme- deme” di pandang cukup kuat dapat menjaga frekuensi alela tetap sama.
Bagaimanapun juga bila informasi genetik sangat berbeda, imigrasi kecil dapat menghasilkan perubahan frekuensi alela yang sangat besar. Misalnya hibridisasi, perkawinan dalam ( interbreeding) diantara individu- individu yang termasuk dalam spesies yang dianggap berbeda mungkin saja terjadi. Hibridisasi semacam itu mugkin membawa banyak alela baru kedalam populasi dan memungkinkan menjadi penyebab dimulainya kecenderungan baru dalam evolusi penerima.
Banyak spesies yang terdiri dari penduduk lokal yang anggotanya cenderung untuk berkembang biak di dalam kelompok. Setiap penduduk lokal dapat mengembangkan gen yang berbeda dari yang lain penduduk lokal. Namun, anggota dari satu populasi dapat berkembang biak dengan sesekali imigran dari populasi yang berdekatan dari spesies yang sama. Hal ini dapat memperkenalkan gen baru atau mengubah frekuensi gen yang ada di warga.
Dalam banyak tanaman dan beberapa binatang, aliran gen dapat terjadi tidak hanya antara sub-populasi dari spesies yang sama tetapi juga antara yang berbeda (tapi masih berhubungan) spesies. Jika hibrida kemudian berkembang biak dengan salah satu jenis orangtua, gen baru masuk ke kolam gen dari populasi induk. Ini hanyalah aliran gen antara spesies daripada dalam diri mereka. Berikut ini adalah contoh gambar dari gene flow :


Perkawinan yang Tidak Acak
Perkawinan tak acak dapat mengakibatkan alel yang membawa sifat lebih disukai akan menjadi lebih sering dijumpai dalam populasi, sedangkan alel dengan sifat yang tidak disukai akan berkurang dan mungkin akan hilang dari populasi. Perkawinan yang terjadi antar keluarga dekat dapat mengakibatkan frekuensi gen abnormal atau gen resesif.
Perkawinan Tidak Acak; jika individu dengan genotype AA dan aa mengadakan penyerbukan sendiri maka keturunannya pasti homozigot. Akan tetapi, jika tumbuhan Aa melakukan penyerbukan sendiri, hanya separuh dari keturunannya yang akan heterozigot.
Genetik Drift
Genetik Drift merupakan perubahan secara acak pada frekuensi gen dari populasi kecil yang terisolasi. Keadaan ini dapat Anda jumpai pada populasi terisolir kaum Amish di Amerika, ternyata ada yang membawa alel yang menyebabkan sifat cebol satu dari setiap seribu kelahiran.
Hasil perkawinan secara acak tidak akan mengubah populasi tertentu. Penghitungan populasi secara acak tersebut dapat ditentukan dengan hukum Hardy Weinberg. Hukum Hardy Weinberg menyatakan bahwa frekuensi gen dalam populasi dapat tetap distabilkan dan tetap berada dalam keseimbangan dari satu generasi. Syarat terjadinya prinsip ini adalah:
a. perkawinan secara acak,
b. tidak ada seleksi alam,
c. jumlah populasi besar,
d. tidak terjadinya mutasi maju atau surut,
e. tidak ada migrasi.
Secara umum, hukum Hardy Weinberg dapat dirumuskan sebagai berikut.
a. Bila frekuensi alel A di dalam populasi diumpamakan p
b. Frekuensi alel a diumpamakan q
c. Hasil perkawinan heterozigote antara Aa × Aa akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Homozigot dominan AA = p × p = p2
2) Heterozigot 2 Aa = 2p × q = 2pq
3) Homozigot resesif = aa = q × q = q2
Sehingga persamaan rumusnya adalah:
Hanyutan genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel acak (random sample) dari orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan probabilitas dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan bereproduksi atau tidak. Dalam istilah matematika, alel berpotensi mengalami galat percontohan (sampling error). Karenanya, ketika gaya dorong selektif tidak ada ataupun secara relatif lemah, frekuensi-frekuensi alel cenderung "menghanyut" ke atas atau ke bawah secara acak (langkah acak). Hanyutan ini berhenti ketika sebuah alel pada akhirnya menjadi tetap, baik karena menghilang dari populasi, ataupun menggantikan keseluruhan alel lainnya. Hanyutan genetika oleh karena itu dapat mengeliminasi beberapa alel dari sebuah populasi hanya karena kebetulan saja. Bahkan pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat menyebabkan dua populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut menjadi dua populasi divergen dengan set alel yang berbeda.
Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran populasi, dengan fiksasi terjadi lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil. Pengukuran populasi yang tepat adalah ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai bilangan teoretis yang mewakili jumlah individu berkembangbiak yang akan menunjukkan derajat perkembangbiakan terpantau yang sama.
Walaupun seleksi alam bertanggung jawab terhadap adaptasi, kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan genetika dalam mendorong perubahan evolusioner secara umum merupakan bidang riset pada biologi evolusioner. Investigasi ini disarankan oleh teori evolusi molekuler netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner merupakan akibat dari fiksasi mutasi netral yang tidak memiliki efek seketika pada kebugaran suatu organisme. Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan genetika pada sebuat populasi merupakan akibat dari tekanan mutasi konstan dan hanyutan genetika.
Hanyutan genetik, ingsut genetik, penyimpangan genetik, atau rambang genetik dalam genetika populasi, merupakan akumulasi kejadian acak yang menggeser tampilan lungkang gen (gene pool) secara perlahan dari keadaan setimbang, namun semakin membesar seiring berjalannya waktu. Sebenarnya, istilah “genetik” kurang tepat dan yang lebih baik adalah “alel“, karena yang sebenarnya terjadi adalah proses perubahan frekuensi alel suatu populasi karena yang berubah adalah frekuensi dari alel-alel yang ada di dalam populasi yang bersangkutan. Hanyutan genetik berbeda dari seleksi alam. Yang terakhir ini merupakan proses tak acak yang memiliki kecenderungan membuat alel menjadi lebih atau kurang tersebar pada sebuah populasi dikarenakan efek alel pada kemampuan individu beradaptasi dan reproduksi.
Genetic drift adalah lepasnya frekuensi alela secara kebetulan. Peristiwa ini sangat berarti pada populasi yang sangat kecil. Kenyataannya 1 dari 2 alela mempunyai peluang untuk lepas adalah kira-kira 0, 8%. Hilangnya gen selalu mempengaruhi frekuensi alela pada beberapa tingkat tetapi pengaruh tersebut menurun pada populasi yang berukuran besar. Karena itu dalam populasi kecil, kurang dari 100 individu hilangnya gen masih cukup kuat pengaruhnya terhadap frekuensi alela, meskipun ada agenesia evolutif lain yang berperanan pada saat itu juga terhadap perubahan frekuensi alela dalam arah yang berbeda. Berikut ini contoh dari genetic drift.